Minggu, 15 Mei 2011

Analisis Framing


Pada dasarnya, analisis framing atau analisis bingkai merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media. Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955. Mulanya, frame dimaknai sebagai stuktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas.

Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman 1974, dengan mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behaviour) yang membimbing individu dalam membaca realitas.


G.J Aditjoro mendefiniskan framing sebagai metode penyandian realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan istilah-istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya.

Pada dasarnya pekerjaan media massa adalah mengkonstruksikan realitas. Isi media adalah hasil para pekerja mengkonstruksikan berbagai realitas yang dipilihnya, diantaranya realitas politik. Pada umumnya, terdapat terdapat tiga tindakan yang biasa dilakukan pekerja media massa, tatkala melakukan konstruksi realitas politik yang berujung pada pembentukan makna atau citra mengenai sebuah kekuatan politik (Hamad,2001) :

Dalam hal pilihan kata (simbol) politik.
Dalam melakukan pembingkaian (framing) peristiwa politik.
Menyediakan ruang adan waktu untuk sebuah peristiwa politik.
Terdapat banyak teori yang dapat menjelaskan kuatnya pengaruh media terhadap publik (kekuatan media massa). Teori agenda setting memeperkuat kembali posisi dan penetrasi media terhadap khalayak. Setelah teori ”jarum hipodermik” digugat Lazarsfeld atas pengaruh langsung media dalam mempengaruhi opini, sikap dan perilaku khalayak, gagasan kuatnya pengaruh media tampil kembali kewat agenda setting. Walaupun pengaruh media tak sehebat yang diganmbarkan ”jarum hipodermik”, namun bukti menunjukan bahwa media menentukan apa yang ”dipikirkan orang.”

Berdasarkan konsepnya, Gamson mendefiniskan framing dalam dua pendekatan, yaitu pendekatan kultural yang menghasilkan framing dalam level kultural dan pendekatan psikologis yang menghasilkan framing dalam level individual. Dalam level kultural, frame pertama-tama dapat dimaknai sebagai batasan-batasan wacana serta elemen-elemen konstitutif yang tersebar dalam konstruksi wacana. Sedangkan asumsi dasar dari framing level individu adalah bahwa individu adalah bahwa individu selalu bertindak atau mengambil keputusan secara sadar, rasional, dan intensional. Individu selalu menyertakan pengalaman hidup, wawasan sosial, dan kecenderungan psikologisnya dalam menginterprestasi pesan yang ia terima.

Sumber referensi : Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing) / Drs. Alex Sobur, M.Si / Penerbit : Rosda

Heru Cahyono, Mahasiswa Fakultas Dakwah Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN SUKA Yogyakarta 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar