Jumat, 12 Agustus 2011

KONSEP KOMUNIKASI SOSIAL DAN PEMBANGUNAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konsep-konsep komunikasi sosial dan pembangunan

Untuk dapat memiliki pemahaman tentang komunikasi sosial dan pembangunan (komunikasi pembangunan) secara sistematis dan komprehensif, kita perlu memiliki pemahaman awal tentang konsep – konsep komunikasi sosial dan pembangunan.


1. Sistem Sosial

Dalam proses komunikasi pembangunan, sistem sosial merupakan target atau sasaran dari perubahan yang akan diciptakan. sistem sosial dapat didefinisika sebagai suatu kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerja sama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama. Sebuah sistem sosial terdiri dari subsistem – subsistem sosial yang dalam konteks tertentu dapat pula menjadi sistem tersendiri (sistem sosial tersendiri)



2. Perubahan Sosial

Perubahan sosial dalah proses dimana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial yang bersangkutan.


3. Difusi

Difusi sebagai sebuah proses penyebaran ide baru dapat terjadi jika ada (1) inovasi yang (2) dikomunikasikan melalui saluran tertentu, kepada (4) anggota suatu sistem sosial.
Inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang dimana kebaruannya itu bersifat relatif. Suatu gagasan dapat dianggap sebagai sebuah inovasi oleh anggota sistem sosial tertentu, tetapi juga dapat dianggap bukan inovasi oleh anggota sistem sosial lainnya.

Pada dasarnya, manusia adalah mahluk yang bergantung. Sehingga, tidak bisa hidup secara mandiri dan pasti membutuhkan orang lain untuk mengatasi kendala yang ada dalam kehidupannya sehingga manusia biasa disebut sebagai makhluk sosial. Dalam menjalani kehidupan sosial tersebut, seseorang memerlukan sebuah fasilitas serta cara untuk membantunya mempermudah dirinya untuk masuk pada ranah sosial tersebut. Interaksi dan komunikasi, merupakan ungkapan yang kemudian dapat menggambarkan cara serta komunikasi tersebut. Dikarenakan secara umum interaksi merupakan kegiatan yang memungkinkan terjadinya sebuah hubungan antara seseorang dengan orang lain, yang kemudian diaktualisasikan melalui praktek komunikasi. Dua hal tersebut mempunyai hubungan yang terikat sehingga diperlukan sebuah pemetaan untuk memahami secara mendalam.

Berbicara pada lingkup sosial, maka interaksi maupun komunikasi yang dilakukan pun akan bersifat sosial komunikasi sosial, selain merupakan kegiatan komunikasi yang dilakukan pada ranah sosial. Juga merupakan sebuah kegiatan komunikasi yang ditujukan untuk menyatukan komponen-komponen sosial yang bervariasi dan mempunyai perilaku berbeda-beda. Sehingga komunikasi sosial menjadi penting kedudukannya sebagaimana dijelaskan oleh Habermas yang menekankan perlunya “dibangun kondisi komunikasi yang menjamin sifat umum norma-norma yang dapat diterima dan menjamin otonomi warga melalui kemampuan emansipatoris, sehingga menghasilkan proses pembentukan kehendak bersama lewat perbincangan.” Dan hal ini menjadi fungsi dari komunikasi sosial yang tercipta.

Dengan melihat hal tersebut diatas maka terlihat bahwa interaksi sosial adalah hal yang kemudian menjadi awal dari terbentuknya sebuah sistem sosial, dikarenakan dengan interaksilah sebuah penyatuan masyarakat dapat terbentuk, melalui perilaku yang sudah didasari oleh rasa peduli. Dengan kegiatan penyesuaian diri melalui kehidupan yang dimiliki antar anggota dalam membentuk sebuah masyarakat atau sosial. Hingga melahirkan hal baru, yang salah satunya menjadi komunikasi sosial sebagai wujud sebuah kebutuhan dari setiap individu yang telah terkumpul menjadi satu bagian dengan sebutan masyarakat.

Demikan penjelasan tentang komunikasi sosial dan interaksi sosial. Dimana keduanya adanya sebuah keterkaiatan satu dengan yang lain. Komunikasi sosial, melihat dari beberapa pendapat diatas mempunyai elemen seperti aktivitas komunikasi, masyarakat, konsensus dalam masyarakat, kegiatan pertukaran pengalaman antar anggota masyarakat atau interaksi. Sedangkan elemen-elemen dalam interaksi sosial mencakup tindakan dan penghargaan serta adanya proses pertukaran pengalaman masing pribadi. Selain itu, dalam interaksi sosial terdapat hal yang kemudian disebut sebagai manifestasi dalam arti perilaku yang spesifik yang diterima pelaku interaksi tersebut.



BAB II

PEMBAHASAN



2.1 TEORI DAN INDIKATOR PEMBANGUNAN

Konsepsi pembangunan sesungguhnya tidak perlu dihubung­kan dengan aspek-aspek spasial. Pembangunan yang sering dirumuskan melalui kebijakan ekonomi dalam banyak hal membuktikan keberhasilan. Hal ini antara lain dapat dilukiskan di negara-negara Singapura, Hongkong, Australia, dan negara­-negara maju lain. Kebijakan ekonomi di negara-negara tersebut umumnya dirumuskan secara konsepsional dengan melibatkan pertimbangan dari aspek sosial lingkungan serta didukung mekanisme politik yang bertanggung jawab sehingga setiap kebijakan ekonomi dapat diuraikan kembali secara transparan, adil dan memenuhi kaidah-kaidah perencanaan. Dalam aspek sosial, bukan saja aspirasi masyarakat ikut dipertimbangkan tetapi juga keberadaan lembaga-lembaga sosial (social capital) juga ikut dipelihara bahkan fungsinya ditingkatkan. Sementara dalam aspek lingkungan, aspek fungsi kelestarian natural capital juga sangat diperhatikan demi kepentingan umat manusia. Dari semua itu, yang terpenting pengambilan keputusan juga berjalan sangat bersih dari beragam perilaku lobi yang bernuansa kekurangan (moral hazard) yang dipenuhi kepentingan tertentu (vested interest) dari keuntungan semata (rent seeking). Demikianlah, hasil-­hasil pembangunan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat secara adil melintasi (menembus) batas ruang (inter-region) dan waktu (inter-generation). Implikasinya kajian aspek spasial menjadi kurang relevan dalam keadaan empirik yang telah dilukiskan di atas (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004).

Namun demikian, konsepsi pembangunan yang dikemukakan di atas sejalan dengan kajian terhadapnya maupun implementasi diberbagai negara dan wilayah lain, dikemukakan berbagai kelemahan. Kelemahan tersebut muncul seiring ditemukannya fenomena yang khas, antara lain kesenjangan, kemiskinan, pengelolaan public good yang tidak tepat, lemahnya mekanisme kelembagaan dan sistem politik yang kurang berkeadilan. kelemahan-kelemahan itulah yang menjadi penyebab hambatan terhadap gerakan maupun aliran penduduk, barang dan jasa, prestasi, dan keuntungan (benefit) dan kerugian (cost) di dalamnya. Seluruh sumberdaya ekonomi dan non-ekonomi menjadi terdistorsi alirannya sehingga divergence menjadi makin parah. Akibatnya, hasil pembangunan menjadi mudah diketemukan antar wilayah, sektor, kelompok masyarakat, maupun pelaku ekonomi. implisit, juga terjadi dichotomy antar waktu dicerminkan oleh ketidakpercayaan terhadap sumberdaya saat ini karena penuh dengan berbagai resiko (high inter temporal opportunity cost). Keadaan ini bukan saja jauh dari nilai-nilai moral tapi juga cerminan dari kehancuran (in sustainability). Ikut main di dalam permasalahan di atas adalah mekanisme pasar yang beroperasi tanpa batas. Perilaku ini tidak mampu dihambat karena beroperasi sangat massif, terus-menerus, dan dapat dite­rima oleh logika ekonomi disamping didukung oleh kebanyakan kebijakan ekonomi secara sistematis.

Kecendrungan globalisasi dan regionalisasi membawa sekaligus tantangan dan peluang baru bagi proses pembangunan di Indonesia. Dalam era seperti ini, kondisi persaingan antar pelaku ekonomi (badan usaha dan/atau negara) akan semakin tajam. Dalam kondisi persaingan yang sangat tajam ini Pembangunan Sebagai Proses Belajar

Boulding (1976) berkesimpulan bahwa pengakuan mengenai pembangunan, bahkan pembangunan ekonomi pun, adalah pada dasarnya suatu proses pengetahuan, telah secara perlahan merasuki pikiran ekonom. Akan tetapi justru kita yang masih amat dibayangi oleh model-model pembangunan yang mekanikal, rasio antara modal dengan pendapatan, dan bahkan tabel-tabel input-output yang berakibat pengabaian terhadap studi proses belajar yang merupakan kunci yang sebenarnya untuk pembangunan.

Proses belajar yang dimaksuddkan Smith adalah: yang pertama, pengembangan ketrampilan dan kecekatan melalui pembagian kerja, adalah terutama suatu proses belajar pada sistem syaraf yang bawah. Kedua, hasil yang didapatkan dari suatu aplikasi yang terus menerus pada suatu tugas tunggal dan eliminasi dari “berjalan tanpa tujuan” menyangkut masalah melupakan dan mengingat kembali, ketika mengambil tugas-tugas antara tiap sebentar. Dan yang ke tiga, yang sejauh ini merupakan yang terpenting, pembangunan mesin-mesin (oleh Boulding disebut sebagai “pengetahuan yang dibekukan”) merupakn hasil kerja bukan hanya oleh spesialis dalam bidang produksi benda-benda tersebut saja, tetapi juga merupakan hasil karya para filosofyang membentuk dan mengembangkan pengetahuan secara umum.



2.2. Pembangunan Sebagai Proses Belajar

Boulding (1976) berkesimpulan bahwa pengakuan mengenai pembangunan, bahkan pembangunan ekonomi pun, adalah pada dasarnya suatu proses pengetahuan, telah secara perlahan merasuki pikiran ekonom. Akan tetapi justru kita yang masih amat dibayangi oleh model-model pembangunan yang mekanikal, rasio antara modal dengan pendapatan, dan bahkan tabel-tabel input-output yang berakibat pengabaian terhadap studi proses belajar yang merupakan kunci yang sebenarnya untuk pembangunan.

Proses belajar yang dimaksuddkan Smith adalah: yang pertama, pengembangan ketrampilan dan kecekatan melalui pembagian kerja, adalah terutama suatu proses belajar pada sistem syaraf yang bawah. Kedua, hasil yang didapatkan dari suatu aplikasi yang terus menerus pada suatu tugas tunggal dan eliminasi dari “berjalan tanpa tujuan” menyangkut masalah melupakan dan mengingat kembali, ketika mengambil tugas-tugas antara tiap sebentar. Dan yang ke tiga, yang sejauh ini merupakan yang terpenting, pembangunan mesin-mesin (oleh Boulding disebut sebagai “pengetahuan yang dibekukan”) merupakn hasil kerja bukan hanya oleh spesialis dalam bidang produksi benda-benda tersebut saja, tetapi juga merupakan hasil karya para filosofyang membentuk dan mengembangkan pengetahuan secara umum.

Sejarah mencatat munculnya paradigma baru dalam pembangunan seperti pertumbuhan dengan distribusi, kebutuhan pokok (basic needs) pembangunan mandiri (self-reliant development), pembangunan berkelanjutan dengan perhatian ­terhadap alam (ecodevelopment), pembangunan yang memperhatikan ketimpangan pendapatan ­menurut etnis (ethnodevelomment) (Kuncoro, 2003). paradigma ini secara ringkas dapat ­dirangkum sebagai berikut:

1. Para proponen strategi “pertumbuhan dengan distribusi”, atau “redistribusi dari per­tumbuhan”, pada hakekatnya menganjurkan agar tidak hanya memusatkan perhatian ­pada pertumbuhan ekonomi (memperbesar “kue” pembangunan) namun juga mempertimbangkan bagaimana distribusi “kue” pembangunan tersebut. lni bisa diwujudkan dengan kombinasi strategi seperti peningkatan kesempatan kerja, investasi modal manusia, perhatian pada petani kecil, sektor informal dan pengusaha ekonomi lemah.

2. Strategi pemenuhan kebutuhan pokok dengan demikian telah mencoba memasukkan semacam “jaminan” agar setiap kelompok sosial yang paling lemah mendapat manfaat dari setiap program pembangunan.

3. Pembangunan “mandiri” telah muncul sebagai kunsep strategis dalam forum internasional sebelum kunsep “Tata Ekonomi Dunia Baru” (NIEO) lahir dan menawarkan anjuran kerja sama yang menarik dibanding menarik diri dari percaturan global.

4. Pentingnya strategi ecodevelopment, yang intinya mengatakan bahwa masyarakat dan ekosistem di suatu daerah harus berkembang bersama-sama menuju produktivitas dan pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi; namun yang paling utama adalah, strategi pembangunan ini harus berkelanjutan baik dari sisi ekologi maupun sosial.

5. Sejauh ini baru Malaysia yang secara terbuka memasukkan konsep ecodevelopment dalam formulasi Kebijaksanaan Ekonomi Baru-nya (NEP). NEP dirancang dan digunakan untuk menjamin agar buah pembangunan dapat dirasakan kepada semua warga negara secara adil, baik ia dari komunitas Cina, India, dan masyarakat pribumi Malaysia (Faaland, Parkinson, & Saniman, 1990 dalam Kuncoro, 2004).



2.3 SISTEM SOSIAL

Dalam proses komunikasi pembangunan, sistem sosial merupakan target atau sasaran dari perubahan yang akan diciptakan. Sistem sosial dapat didefinisikan sebagai suatu kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama. Sebuah sistem sosial terdiri dari subsitem-subsistem sosial yang dalam konteks tertentu dapat pula menjadi sistem tersendiri (sitem sosial tersendiri). Ditinjau dari luas lingkupnya, sistem sosial dapat berupa sistem yang sangat besar, misalnya sebuah bangsa, sebuah komunitas budaya, komunitas sosial, dan masyarakat. Namun demikian, sistem sosial dapat pula berupa kumpulan unit manusia dalam skala kecil, misalnya organisasi dan kelompok.



2.4 PERUBAHAN SOSIAL

Perubahan sosial adalah proses di mana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat masuknya ide-ide pembaruan yang diadopsi oleh para anggota sistem sosial yang bersangkutan. Proses perubahan sosial biasa tediri dari tiga tahap:

1. Invensi, yakni proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan
2. Difusi, yakni proses di mana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam sistem sosial.
3. Konsekuensi, yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan atau penolakan ide baru itu mempunyai akibat.



2.5 Pembangunan Sebagai Pertumbuhan.

Keadaan yang ditandai dengan jurang perbedaan yang mencolok antara kedua kelompok negara tersebut sudah barang tentu tidak mengenakkan bagi keduabelah pihak. Timbul keinginan sungguh-sungguh untuk segera mengubahnya, agar kehidupan dan pergaulan antara manusia menjadi lebih seimbang. Dan konsep untuk ingin mengubah keadaan tersebut dating dari negara-negara maju seperti AS. Dan hal itu sangat wajar dan memang harus dimiliki oleh negara-negara yang baru berkembang, karena semakin cepat dan kualitas pembangunan semakin efektif maka sebagian besar keinginan masyarakat untuk memenuhi segala kebutuhannya sangant mudah untuk tercapai.

Yang menjadi inti permasalahan ketika itu, dalam pandangan para ahli ekonomi adalah perbedaan yang mencolok dalam tingkat pendapatan masyarakat dinegara maju dengan negara miskin. Itulah mengapa perhatian para perencana pembangunan dikala itu terpusat pada keinginan untuk meningkatkan pendapatan perkapita negara-negara kaju. Ketika itu diasumsikan, jika pendapatan perkapita berhasil untuk ditingkatkan, maka masyarakat ataupun bangsa yang bersangkutan akan dengan sendirinya pula berhasil pindah dari tahap les developed ke tahap developed

Teori-teori pembangunan ekonomi pada masa itu mengaitkan pertumbuhan pendapatan kotor nasional (GNP) dengan empat factor penting yaitu:

a. Akumolasi modal.

b. Sumber-sumber daya baru.

c. Kemajuan teknologi.

d. Pertambahan penduduk.

Pada masa itu pula konsep rostow yang merupakan catatan historis dan pembangunan negara-negara barat, menjadi menonjol. Dalam bukunya the stages of economic growth: A Non-Communist Manifesto, (Cambridge: Cambridge universitas press, 1960) itu, ROstow mengemukakan tahap-tahap pertumbuhan yang dilalui oleh negara modern, hingga mencapai keadaan yang sekarang, yaitu:

a. Masyarakat tradisional, dimana produktivitas ekonomi masih terbatas, karena tidak mencukupinya pengembangan teknik-teknik ekonomi.

b. Prakondisi untuk tinggal landas, dimana pembangunan merupakan sector utama dalam ekonomi yang secara positif mempengaruhi sector-sektor lain. Peningkatan produktivitas pertanian untuk menunjang aktivitas sector utama dan peningkatan dibidang trnsportasi serta bentuk-bentuk biaya social .

c. Tinggal landas (take off) yakni suatu interval dimana bagian yang lama dari sistem ekonomi dan hambatan terhadap pertumbuhan yang mentap akhirnya dapat diatasi, dan pertumbuhan menjadi suatu kondisi yang normal bagi seluruh sector masyarakat. Cirri khas tahap ini adalah peningkatan rasio tabungan dan investasi yaitu 5% atau kurang dari 10% ataupun lebih, juga tumbuhnnya framework social, politik, dan institusional untuk memudahkan dorongan menuju perluasan pembangunan.

d. Masa menjelang kedewasaan, suatu interval panjang untuk bertahan kalau fluktuasi ekonomi bergerak maju, dengan investasi yang mantap sebesar 10-20% dari pendapatan nasional, dan adanya sector-sektor utama lainnya yang mendukung sector utama yang lama.

e. Abad komunikasi masa yang tinggi, suatu perubahan structural tidak lagi terjadi secara cepat, dan sector utama bergerak kearah barang-barang konsumen dan jasa.

1. Pembangunan sebagai proses modernisasi

Model ini diterima sebagai suatu kebijaksanaan kurang lebih antara tahun 1945-an, dan didaarkan pada serangkaian asumsi, bahwa:

a. Pembangunan identik pertumbuhan.

b. Pertumbuhan dapat dicapai dengan penerapan ilmu-ilmu dan teknologi barat kepada problem produksi.

c. Sementara pertumbuhan berlangsung, institusi social dan politik masyarakat tradisional akan digantikan oleh bentuk-bentuk modern dalam kenyataan social, hal ini berarti penggantian pola-pola kewajiban dan identifikasi yang lebih komunal dengan model motivasi yang lebih individualistic.

d. Bentuk-bentuk kekuasaan politik tradisional dan feudal akan digantikan oleh bentuk-bentuk aturan yang lebih demokratis.

e. Konvergensi masyarakat-masyarakat menuju model modernitas ini akan menghasilkan suatu tatanan global yang tidak begitu mendukung konflik-konflik ideologis.



BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pembangunan mempunyai arti yang sangat luas yang tidak mungkin untuk menyatukan semuanya menjadi suatu bentuk rumusan sederhana sebagai suatu definisi yang komplit. Pembangunan juga mempunyai makna yang bervariasi tergantung dari latar belakang pengulasnya. Oleh sebab itu kita harus melihat definisi pembangunan dari suatu sudut pandang yang berbeda-beda, misalnya: sosiologi, politik, dan psikologi. Proses belajar merupakan proses pembangunan/modernisasai dari suatu kondisi yang buruk kearah yang lebih baik. Betapa tidak, proses belajar yang selanjutnya akan melahirkan suatu bentuk atau alat untuk menuju modernisasi dan keadaan yang lebih baik (bersifat membangun).

Komunikasi pembangunan merupakan istilah yang diambil dari development communication, yang secara orisinal istilah tersebut mengacu kepada jaringan komunikasi berlandaskan teknologi (technology development based communication network) yang tanpa memperhatikan pesan dan isi, cenderung menciptakan suasana yang cocok untuk pembangunan disebabkan oleh ciri-cirinya yang melekat pada sebuah konsep. Di mana komunikasi pembangunan akan membangkitkan suasana psikis suatu kegiatan ekonomi dan produktivitas yang terjadi. Selain itu ada istilah yang khusus dirancang bagi terselenggaranya komunikasi untuk mendukung suatu program pembangunan tertentu yang dikenal dengan “komunikasi penunjang pembangunan” atau development support communication. Dari kedua istilah tersebut jelas bahwa komunikasi pembangunan menunjukkan penjabaran yang lebih luas dibandingkan dengan komunikasi penunjang pembangunan. Komunikasi pembangunan dapat berlangsung walaupun tanpa komunikasi penunjang pembangunan. Demikian pula sebaliknya, komunikasi penunjang pembangunan walaupun pengertiannya lebih sempit tetapi dapat berlangsung efektif dalam suasana yang terbatas tanpa komunikasi pembangunan sekalipun. Berikut ini tabel yang menunjukkan perbedaan komunikasi pembangunan dan komunikasi penunjang pembangunan dalam kaitannya dengan komunikasi dan pembangunan.

REFERENSI

Frank,A,G (1972) “ The Defelopment Of Underdefelopment”, halaman 3-18, dalam James D. Cockroft et al., (eds), dependence and under development: latin America’s Political Economiy. Garden City, NY: Anchor Books.

Nasikun. 1985. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Giddens, Anthony dkk. 2002. Sejarah Sosiologi Dan Pemikiran.


Goldthorp, J,E. (1988) The Sosiologi Of The Third World: Disparity And Development. Second Edition. Cambridge Univercity Press. Terjemahannya: Sosiologi Dunia Ke Tiga: kesenjangan dan pembangunan, alih bahasa: Sukadijo. Jakarta: PT, Gramedia,1992.


Sigman, Stuart. 1987. Social Communication. New York: Lexington Books 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar