Propaganda merupakan sebuah upaya yang di sengaja dan sistematis untuk membentuk memanipulasi alam pikiran atau kognisi, dan memengaruhilangsungperilaku agar dapat tujuan yang di ingin kan oleh propagandis.
Menurut encyclopedia Internasional, propaganda adalah “ suatu jenis komunikasi yang berusaha mempengaruhi pandangan dan reaksi, tanpa mengindahkan tentang nilai kebenaran atau tidaknya pesan yang disampaikan “.
Harold D. Laswell (propaganda (1937)) mengatakan “propaganda adalah teknik untuk mempengaruhi kegiatan manusia dengan memanipulasikan representasinya ”
Quarter mengatakan bahwa propaganda adalah suatu usaha yang dilakukan secara sengaja oleh
beberapa individu atau kelompok untuk membentuk, mengawasi, atau mengubah sikap dari kelompok-kelompok lain dengan menggunakan media komunikasi dengan tujuan bahwa pada setiap situasi yang tersedia, reaksi dari mereka yang dipengaruhi akan seperti yang diinginkan oleh si propagandis.
Pilkada (pemilihan kepala daerah) merupakan suatu proses yang dilalui oleh masyarakat di daerah demi membangun daerahnya menjadi lebih baik dari sebelumnya, yaitu melalui pemilihan pemimpin yang dinilai berkapasitas untuk mewujudkan harapan mereka. Dalam Pilkada, metode, syarat serta cara yang dilakukan tentunya tak jauh berbeda dengan Pemilu yang diselenggarakan setiap 4 (empat) tahun sekali. Dimana, rakyat lah yang nantinya akan menggunakan hak pilihnya untuk menentukan nasib masyarakat/rakyat itu sendiri. Yang membedakan hanyalah bentuk pemilihannya. Kalau Pemilu digunakan untuk memilih kepala negara yang baru, sedangkan Pilkada adalah memilih kepala daerah yang baru. Lalu, yang menjadi pertanyaan adalah apakah rakyat akan menggunakan hak pilihnya, apabila "sang Politikus" tidak memberikan "iming-iming" atau yang lainnya?
Jawabannya, tentu saja tidak. Pastinya, dan tidak diragukan lagi, langkah awal yang digunakan oleh politikus adalah harus mampu mengambil hati masyarakat demi memuluskan jalanny, agar dia mampu menduduki kursi yang diinginkanya di pemerintahan, dalam hal ini adalah untuk menjadi Gubernur, Walikota, Bupati dan lainnya
Dalamberbagaikesempatan, propaganda sangatdiperlukan.Tidakhanyadalampemilu, dalamkehidupansehari-hari pun propaganda takkalahpentingnya.Untukmendapatkanapa yang kitainginkansalahsatucarauntukmewujudkannyadenganmenggunakanpraktek propaganda agar yang kitainginkandapatterpenuhi.
Sebagaikomunikasisatukebanyak orang (one-to-many), propaganda memisahkankomunikatordarikomunikannya.NamunmenurutEllul, komunikatordalam propaganda sebenarnyamerupakanwakildariorganisasi yang berusahamelakukanpengontrolanterhadapmasyarakatkomunikannya.Sehinggadapatdisimpulkan, komunikatordalam propaganda adalahseorang yang ahlidalamteknikpenguasaanataukontrolsosial.Denganberbagaimacamteknis, setiappenguasanegaraatau yang bercita-citamenjadipenguasanegaraharusmempergunakan propaganda sebagaisuatumekanismealatkontrol social.
Sikap PA terhadap fenomena tersebut, setidaknya telah merubah paradigm, baik secara internal maupun masyarakat secara luas. Proses pemecatan karena adanya perbedaan pendapat juga mencerminkan suatu dekandensi demokrasi dalam partai tersebut. Demikian juga, harapan masyarakat yang begitu besar terhadap partai ini sebagai agent of change menuju Aceh yang lebih makmur dan sejahtera dalam masa perdamaian ini perlahan pupus oleh kebijakan yang kurang bijak.
Sebenarnya sikap yang resisten tersebut secara tidak langsung telah melemahkan posisi tawar partai dalam pemilu ke depan. Karena kadar politik (political laverage) tidak saja diukur dari keberhasilannya dalam mewujudkan kemenangan mayoritas di parlemen, melainkan kadar keterorganisasian (organizational leverage) dari partai politik dalam menampung dan mewujudkan berbagai aspirasi masyarakat, tidak terbatas pada aspirasi politik. Ada hak-hak warga/rakyat yang mestinya diperjuangkan secara parallel, bukan hanya aspirasi dewan dan sektoral semata MenjelangPilkada Aceh 2011, parapengincarkekuasaanmemangharusmampumenariksimpatipublikdenganproduk-produkpolitik yang merekatawarkandancitra yang merekabangun. Yang harusmerekatunjukkanadalahcara-cara yang baik yang bisa di contoholehpublik, bukandengancarapaksaan yang justrumembuat public tertekan. Tapidengancarabujukrayu yang manis (persuasif) untukmempengaruhiopini public danmencaritempat di hatimasyarakat. Tentunyabukandenganbujukrayuberselimutkebohongan.
MenjelangpilkadaAceh 2011, kemampuanberkomunikasiharus di milikisetiap orang yang inginikutterlibatbaiksebagaipesertamaupunkonstituen.Upaya-upayakomunikasi yang bersifatpaksaantampaknyaharusdibuangjauh-jauhdalammelakukanpendekatan.Jikacarakoersifsudahtidakdipakai, makacarapersuasif yang bersifatlembutuntukmempengaruhi target denganbujukanharusdipertimbangkan. Cara sepertiiniadalahcara yang tidakmembuat target tertekansehinggaiaakanmudahluluh. Namun, di era sepertiini, dimanaintelektualitasmasyarakatsudahberkembangpesat, mungkinkahcarapersuasifefektifmengingatkepercayaanpublikakanpolitikuspenebarpesonakianmemudarkarenaseringdiberijanji-janjipalsu.
Propaganda yang dilakukanmenjelangpemilumendatangdiharapkanbentuk propaganda-propaganda yang sehat, tanpa harus menggunakan teknik propaganda yang akan merugikan orang lain, ataulawandaribakalcalonpemimpindaerah (Gubernur / WakilGubernur, Bupati / WakilBupatidanWali Kota / WakilWali Kota ). Calon yang nantinya akan terpilih, akan kuat legitimasinya karena dipilih langsung oleh rakyat, sehingga diharapkan dapat tercipta stabilitas politik dalam pemerintahan daerah.
Heru Cahyono, Mahasiswa Fakultas Dakwah Prodi KPI UIN SUKA Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar