Jumat, 29 April 2011

Ketika Salafi Mengepung Yaman


Salafisme sebenarnya adalah sebuah konsep yang agak baru di Yaman. Gerakan ini didirikan di Yaman tidak lebih dari 30 tahun lalu seiring kembalinya Syekh Muqbil Bin Haadi Al-Waadi'ee dari Arab Saudi pada awal 1980 ketika terjadi pengepungan Makkah pada 1979, di mana ia dihukum penjara dan deportasi dari Arab Saudi—karena menulis sebuah surat kepada kelompok pengepung.

Dengan kembalinya Syekh Muqbil ke Masqat di kota Sadah pada awal 1980-an, ia mendirikan sebuah komite yang kemudian menjadi tempat kelahiran semua kelompok Salafi di Yaman seperti Al-Hikma, Al-Ihsan, Dammaj yang dipimpin Syekh Yahya Al-Hajuri, dan kelompok Salafi yang dibentuk Syekh Mesir yang dikenal sebagai Abul Hassan Al-Ma'ribi.

Menggunakan istilah "gerakan" terhadap kelompok-kelompok ini lebih merupakan metafora dari kenyataannya, karena kegiatan kelompok-kelompok ini tidak memiliki sense organisasi seperti Ikhwanul Muslimin, Kaum Kiri, dan lainnya. Kegiatan Salafi cenderung serampangan dan tergantung improvisasi. Kegiatan mereka terbatas pada organisasi amal, atau seminar mingguan atau bulanan. Bahkan kegiatan ini terbatas pada mereka yang disebut sebagai "mahasiswa studi Islam".

Setelah kurikulum lembaga pendidikan Salafi diakui pemerintah, kelompok Salafi yang terlibat dalam kegiatan advokasi dan amal, mulai menarik mahasiswa, terutama mereka yang belajar di perguruan tinggi yang mengadopsi kurikulum Islam.

Gerakan dan kurikulum pendidikan tidak secara tegas mendefinisikan kelompok-kelompok ini, dengan pengecualian inisiatif kelompok Al-Ihsan yang mengadopsi kurikulum Ikhwanul Muslim-nya Syekh Mohammed Bin Nayef Suroor dan buku-bukunya, serta karya-karya sastra Sayyid Qutb dan Muhammad Qutb.

Dua Tren Utama Salafi
Mungkin dapat dikatakan bahwa Salafisme Yamani didasari dari dua tren utama. Yang pertama adalah tren pergerakan, sebagaimana ditunjukkan kelompok Al-Ihsan dan Al-Hikma. Kecenderungan kedua adalah apa yang disebut tren "tradisional", seperti kelompok-kelompok Salafi yang dinamai sesuai Syekh pendirinya.

Kelompok-kelompok tren tradisional cenderung menjadi kelompok-kelompok kecil yang elitis, kurang signifikan dan kurang populer karena terisolasi dari masyarakat. Oleh sebab itu, Salafi pergerakan cenderung memiliki lebih banyak pengikut dan lebih populer di Yaman—terutama dua kelompok utama, Al-Ihsan dan Al-Hikma.

Al-Hikma adalah kelompok Salafi pergerakan yang didirikan pada awal 1990-an sebagai pembalasan terhadap pemikiran Salafi ekstrimis yang dimunculkan Syekh Muqbil sehubungan dengan kemustahilan mendirikan organisasi-organisasi amal.

Pada tahap ini, sejumlah mahasiswa Syekh Muqbil kemudian mendeklarasikan berdirinya Asosiasi Al-Hikma Al-Yamania pada 21 Agustus 1990, sebagai sebuah organisasi yang menyatukan semua Salafi yang tak lagi bisa 'setelanjang' ideologi ekstremis Syekh Muqbil.

Pada awalnya, kurikulum ideologi dan pendidikan kelompok ini, khususnya pada tahap inisiasi, adalah sebagaimana kurikulum yang diajarkan di Arab Saudi, terutama masalah tauhid. Dengan sikap yang demikian, kelompok ini menyebarkan ke negara-negara Sunni terbesar di dunia Islam.

Kantor pusat Asosiasi Al-Hima terletak di Taiz dan Ibb yang dipimpin oleh Syekh Mohammed Al-Mahdi. Kelompok ini juga mendirikan kantor cabang di Hadhramaut yang dipimpin oleh Syekh Ahmed Al-Mualm, serta di Aden, Al-Hudaydah, dan kota-kota lain yang mengikuti sekolah pemikiran Syafi'i.

Kegiatan asosiasi ini terbatas pada advokasi dan amal, di mana mereka memiliki sejumlah pusat perkumpulan pemuda dan secara islami mempersiapkan mereka untuk disebarkan ke masjid-masjid yang mereka bangun atas biaya sendiri untuk menyebarkan "iman yang benar". Yang paling menonjol adalah Institute Al-Furqan di Taiz yang turut merangkum sistem pendidikan negara setelah 2002.

Secara ideologis, asosiasi mungkin yang paling terbuka dibandingkan dengan tren kelompok Islam lainnya seperti Ikhwanul Muslimin. Mereka juga menerima perubahan politik seperti demokrasi yang sebelumnya dianggap tidak islami. Al-Hikma ingin menunjukkan diri sebagai kelompok yang memiliki kepedulian tinggi pada dunia Islam, seperti isu-isu Palestina.

Sedangkan Salafi Al-Ihsan merupakan pecahan Al-Hikma yang membelot pada 1992, dua tahun setelah berdirinya karena adanya konflik internal. Sehubungan dengan alasan konflik yang menyebabkan perpecahan ini, menjadi jelas bahwa semuanya berurusan dengan rezim, terutama rezim-rezim demokratis, karena perbedaan pendapat mereka dalam masalah pemilu. Kebenaran tersembunyi tentang Al-Ihsan adalah bahwa ia merupakan cabang ideologi mantan anggota Ikhwanul Muslimin, Syekh Mohammed Suroor bin Nayef.

Salafi Al-Ihsan mengelola sejumlah organisasi pendidikan dan proyek, yang paling menonjol di antaranya adalah pusat pendidikan Al-Dawa di Sana'a, Universitas Al-Andalus, dan Al-Sadeeq Center. Meskipun kelompok menunjukkan dukungan luas terhadap isu-isu Islam seperti Palestina, dan tegas berdiri di belakang Hamas, namun tidak diketahui secara pasti adanya dukungan nyata mereka terhadap Hamas.

Adapun kelompok Salafi tradisional, adalah semua kelompok Salafi yang dipimpin dan dinamai dengan Syekh pendirinya. Salah satunya yang dipimpin oleh Syekh Abul-Hassan Al-Masri di Ma'rib.

Meskipun demikian, kelompok-kelompok kecil Salafi tradisional yang elitis ini tidak memiliki pengikut yang signifikan dan kurang populer, karena pembelaan diri dan dan kritik mereka terhadap kelompok Islam lain—yang tak lagi dapat digolongkan sebagai konflik ideologis, namun hanya konflik pribadi.

Secara ideologis, kelompok-kelompok ini tidak memiliki toleransi terhadap pikiran dan ide-ide yang tidak sesuai dengan pendapat mereka. Mereka kerap melakukan takfir (menyatakan orang lain kafir), meskipun mengklaim sebagai penentang takfir. Kelompok ini cenderung tidak tertarik terhadap isu-isu politik, ideologi, atau budaya, bahkan pada masalah Palestina sekalipun. Sumber: Islam Online

Heru Cahyono Mahasiswa Fakultas Dakwah Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar