Rabu, 06 April 2011

Bahaya Pluralisme


Bersamaan dengan meninggalnya Gus Dur (mantan Presiden RI ke-4), isu pluralisme kembali menjadi perbincangan. Selama beberapa hari hampir semua media cetak menjadikan pluralisme sebagai berita utama, baik dikaitkan langsung dengan sosok Gus Dur maupun tidak. Isu pluralisme kembali mencuat terutama setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjuluki Gus Dur sebagai “Bapak Pluralisme” yang patut menjadi teladan bagi seluruh bangsa. (Antara.co.id, 31/12/2009).

Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Amien Rais pun menilai Gus Dur sebagai ikon pluralisme (Kompas.com, 2/1/2010).

Kalangan liberal tak ketinggalan. Salah seorang aktivisnya, Zuhairi Misrawi, menulis bahwa dalam rangka memberikan penghormatan terhadap Gus Dur sebagaimana dilakukan oleh Presiden Yudhoyono, akan sangat baik jika MUI mencabut kembali fatwa pengharaman terhadap pluralisme (Kompas.com, 4/1/2010).

Sejumlah kalangan pun menilai penting untuk memelihara nilai-nilai pluralisme pasca Gus Dur. Mantan Wakil Presien Jusuf Kalla (JK), misalnya, mengharapkan semangat kebersamaan dan pluralisme yang selalu dikobarkan Gus Dur tetap terjaga (Detik.com, 30/12/2009).

Pertanyaannya, bagaimana dengan MUI sendiri yang dalam fatwanya No.7/MUNAS VII/MUI/11/2005 telah dengan jelas-jelas menyebutkan bahwa pluralisme (selain sekularisme dan liberalisme) adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, dan umat Islam haram mengikuti paham tersebut? Lebih penting lagi, bagaimana sesungguhnya pluralisme menurut pandangan Islam?

Heru Cahyono, Mahasiswa Fakultas Dakwah, Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN SUKA Yogyakarta 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar