Al-Qur’an itu adalah Kalamullah. Namun demikian, tetap saja ada banyak Manusia yang mengingkarinya. Siapa mereka ? sangat jelas dalam Al Quran Surah Al Baqarah, Allah menyebutkan secara rinci, bahwasannya ada tiga golongan manusia dalam menghadapi datangnya Al-Qur’an.
Golongan Mu’min
2:2 Kitab (Al Quraan) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa
2:3 (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.
2:4 dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quraan) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat
2:5 Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.
Golongan Kafir
2:6 Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.
2:7 Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.
Golongan Munafik
2:8 Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian ,” pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
2:9 Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.
2:10 Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.
2:11 Dan bila dikatakan kepada mereka:”Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.”
2:12 Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.
2:13 Apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman.” Mereka menjawab: “Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?” Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu.
2:14 Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman”. Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.”
2:15 Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.
2:16 Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.
2:17 Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.
2:18 Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar),
2:19 atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir,sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.
2:20 Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.
Dalam berhubungan antar sesamanya, manusia terbagi ke dalam tiga golongan. Golongan yang pertama adalah golongan yang merugikan. Dalam kehidupannya, golongan ini akan selalu merugikan orang lain. Keberadaannya seperti banalu pada tumbuhan. Mereka hanya tahu bahwa mereka punya kebutuhan. Dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, mereka akan melakukan apa saja tanpa mematuhi aturan yang berlaku, baik aturan negara maupun aturan agama. Akibatnya, mereka akan menabrak segala rambu-rambu yang ada untuk pemenuhan kebutuhan tersebut. Golongan inilah yang disebut sebagai goolongan yang merugikan sekaligus merugi.
Golongan yang kedua adalah golongan yang lemah. Mereka lebih baik daripada golongan sebelumnya. Mereka sadar bahwa dalam pemenuhan segala kebutuhan pribadi dan keluarganya, mereka harus melakukan sesuatu. Mereka harus berusaha dan bekerja. Namun, dalam usahanya ini, mereka mengetahui bahwa ada aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar. Maka mereka akan berusaha dan bekerja dengan sebaik-baiknya. Sayangnya, mereka hanya memikirkan kebutuhan pribadi dan keluarganya saja.
Sedangkan golongan ketiga adalah golongan yang bermanfaat. Keberadaan mereka selalu memberi manfaat bagi lingkungan sekitarnya. Mereka tidak hanya melakukan hal-hal untuk memenuhi kebutuhannya saja. Selain itu, mereka juga akan memikirkan orang lain. Mereka tidak bisa tidur nyenyak bila tetangganya kelaparan. Mereka tidak akan bisa makan enak selama masyarakatnya ada yang tidak makan. Dan mereka akan mencarikan solusi dan bahkan menjadi solusi dari permasalahan-permasalahan orang-orang di sekitarnya.
Golongan terakhir inilah yang dikatakan oleh Nabi Muhammad sebagai seorang mukmin yang kuat dalam hadisnya. “Mukmin yang kuat lebih dicintai oleh Allah daripada Mukmin yang lemah.” Mereka juga mendapat predikat sebagai manusia yang paling baik di antara sesamanya. “Sebaik-baik manusia di antara kalian adalah manusia yang paling banyak manfaatnya.”
Lalu bagaimana dengan golongan yang pertama dan kedua? Nabi tidak memasukkan golongan pertama dalam pembagian seorang mukmin. Artinya, seorang mukmin yang keberadaannya hanya merugikan orang lain, maka dia bukanlah seorang mukmin sejati. Mereka tidak mengetahui serta memahami bahwa hakekat seorang mukmin itu adalah orang tunduk pada aturan-aturan yang telah ditetapkan serta melaksanakannya secara benar. Dan untuk menjadi seorang mukmin yang sejati hendaknya ia meninggalkan kebiasaannya yang merugikan itu.
Adapun golongan kedua adalah termasuk golongan mukmin yang lemah. Tidak ada kesalahan bila kita memilih menjadi golongan kedua ini. Hanya saja, cinta Allah lebih banyak diberikan kepada golongan ketiga, yaitu golongan yang bisa memberikan manfaat yang sebanyak-banyaknya bagi orang lain. Tidak salah bila kita hanya bekerja secara benar untuk memenuhi kebutuhan kita dan keluarga. Hanya saja Islam menghendaki pemeluknya untuk menjadi umat yang terbaik, umat yang menjadi saksi bagi umat lainnya, umat yang bisa mengawal manusia lainnya dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang, yang menyerukan perbuatan makruf dan mencegah perbuatan keji, serta beriman kepada Allah. Kuntum khaira ummatin ukhrijat linnâsi ta`murûna bil ma’rûfi wa tanhawna ‘anil munkari wa tu`minûna billaihi.” (Ali ‘Imran [3]: 110)
Maka tidak mengherankan bila dalam banyak hadisnya, Nabi Muhammad SAW sering memberikan pesan kepada kita untuk selalu memperhatikan sekitar kita. Rasul juga memberika teladan sempurna dalam hubungannya dengan sesame manusia. Beliau tidak hanya memikirkan kebutuhan dan pribadinya saja. Bahkan hingga akhir hayatnya, Rasul masih terus memikirkan umatnya. Bagaimana dengan kita, umatnya?
Imam Mujahid, seorang perawi hadis yang hidup zaman sahabat, pernah menafsirkan 20 ayat pertama dari surat Albaqarah. Ia berkata, ”Empat ayat pertama dari surat ini (Albaqarah) diturunkan (untuk menerangkan) golongan Mukmin, dua ayat setelahnya menerangkan tentang golongan kafir, kemudian 13 ayat selanjutnya menerangkan golongan orang munafik.”
Dengan pertimbangan periwayat hadis tersebut, Ar-Razi, seorang penafsir dari abad pertengahan, membagi manusia dalam Alquran menjadi tiga golongan. Pertama, golongan yang beriman kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW yang kemudian disebut dengan Mukmin. Kedua, adalah kelompok manusia yang ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya yang kemudian disebut golongan kafir. Sedangkan ketiga, adalah kelompok orang yang lahiriahnya menampakkan keimanan kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW tetapi sebenarnya ingkar, yang kemudian disebut dengan munafik.
Secara historis, 20 ayat tersebut diturunkan di awal hijrah Rasulullah SAW ke Madinah. Secara khusus, ayat-ayat tersebut diturunkan untuk memberi gambaran peta masyarakat Madinah pascahijrah. Hal ini sangat diperlukan oleh Nabi Muhammad SAW mengingat beliau dan para sahabatnya merupakan pendatang dan penduduk baru di Kota Madinah. Untuk itulah, beliau memerlukan gambaran umum tentang keadaan masyarakat Madinah sehingga ia dapat menentukan langkah politis untuk mengembangkan dakwah Islam.
Sedangkan tujuan umum dari ayat tersebut adalah memberi pengetahuan tentang karakter-karakter manusia dalam bermasyarakat. Dalam ayat-ayat tersebut ditunjukkan bahwa orang yang beriman harus memenuhi beberapa syarat. Di antaranya harus menyatakan kesaksian atas kebenaran Muhammad SAW sebagai utusan Allah, bersedia mendirikan shalat, dan bersedia membayar zakat. Tanda lainnya adalah mengimani Alquran dan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya sebagai kitab Allah, serta menyakini kehidupan akhirat.
Orang kafir memiliki ciri, tidak bersedia mengakui Muhammad SAW sebagai utusan Allah, dan hatinya dikunci oleh Allah SWT untuk tidak beriman. Mereka yang masuk golongan ini akan menjadi penghuni tetap neraka.
Mereka yang termasuk orang munafik memiliki tanda, secara lisan menyatakan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tetapi sebenarnya dia tidak beriman. Orang munafik juga mempunyai penyakit hati yang membuat mereka selalu berakhlak buruk, membuat kerusakan, suka menghina keimanan orang lain, dan mengatakannya bodoh. Yang paling jelas, orang munafik itu selalu ‘berwajah dua’, kalau berkumpul dengan orang Mukmin mereka mengaku beriman tapi saat bergabung dengan orang kafir, mereka menyatakan kafir.
Penggolongan ketiga jenis manusia yang digambarkan Alquran itu menjadi pedoman yang sangat jelas bagi orang-orang yang beriman dalam mengarungi kehidupan. Dalam dinamika kehidupan yang makin kompleks, batas yang menjadi pembeda antara ketiga golongan tersebut terus disamarkan. Hanya dengan keimanan dan kejernihan hati, batas yang membedakan ketiga golongan tersebut menjadi terlihat nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar