Rabu, 01 Juni 2011
Tabah Menghadapi Cobaan
Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah memberikan tuntunan di dalam Al Quranul Karim, yang artinya :
“Dan sesungguhnya Kami akan mengujimu dengan sesuatu cobaan, seperti ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah‑buahan. Namun gembirakanlah orang‑orang yang shabar. Yaitu orang‑orang yang bila di timpa malapetaka (musibah) diucapkannya “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”. Merekalah orang‑orang yang mendapat berkat dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka pulalah orang‑orang yang mendapat petunjuk”
(QS.2,Al‑Baqarah,ayat 155‑157).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menetapkan satu ketentuan yang amat pasti di dalam kehidupan manusia yakni keyakinan akan adanya musibah disamping nikmat, siang sesudah malam, jugaadanya rugi disamping laba, sakit dan senang, bahkan hidup dan mati. Sunnatullah ini akan di lalui secara bergantian.
Rasulullah SAW senantiasa mengingatkan supaya manusia selalu menjaga kesehatan sebelum sakit datang, dan supaya senantiasaberhati‑hati sewaktu kaya karena miskin bisa mendera,dan selalu pula berhati‑hati dikala hidup sebelum mati datang menjelang, serta berhati‑hati pula sewaktu muda sebelum tua datang menghadang.
Begitulah bimbingan Agama Islam, yang pada hakekatnya menanamkan satu sikap hidup yang positif, yaitu “kehati‑hatian” serta berpantang menyerah. Setiap insan Muslim di ajarkan hidup di dalam sikap optimistis yang tinggi. Inilah ajaran agama yang haq.
Musibah, dalam pandangan agama adalah sesuatu padanan di dalam hidup. Di dalam musibah terkandung makna yang dalam artinya. Diantaranya mengingatkan kembali kepada manusia, bahwa dirinya berada di dalam genggaman Allah Yang Maha Kuasa, sebagai inti dari ajaran tauhid.
Musibah, tidak selamanya bernilai azab. Adakalanya hanya sebatas ujian belaka. Dan di balik ujian itu tersedia sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Matematika seperti ini kadang kala tidak terangkat oleh bingkai rasionil semata. Namun berada di dalam ‘wilayah’ keyakinan.
‘Asaa an takrahu syai‑an wa huwa khairun lakum, wa ‘asaa an tuhibbu syai‑an wa huwa syarrun lakum. Wallahu a’lamu wa antum laa ta’lamun.
Artinya, mungkin saja, yang engkau benci itu di baliknya ada sesuatu yang paling engkau senangi. Dan mungkin pula di sebalik yang engkau senangi itu ada pula yang sangat engkau benci. Dan Allah semata yang Maha Tahu, sementara engkau sendiri tidak berpengetahuan (mengenai rahasia di balik semua peristiwa). Begitulah bimbingan wahyu Al Quran.
Musibah atau cobaan dalam kehidupan seseorang atau kelompok masyarakat, sebenarnya mengandung ajakan untuk melakukan suatu koreksian (introspeksi).Bila pada masa sebelumnya terlakukan suatu kelalaian, maka sesudah itu harus tumbuh sikap kesungguhan untuk memperbaiki situasi itu kearah yang lebih baik.
Dan bila pada masa‑masa sebelumnya yang tersua senyatanya hanya kebaikan, maka ada kewajiban meningkatkan kebaikan itu menjadi lebih sempurna. Sehingga dengan setiap kali datangnya musibah (ujian) manusia senantiasa meningkat taraf kedudukannya kepada suatu tingkat yang lebih tinggi.
Cobaan tidak menjadikan manusia berputus asa. Cobaan tidak semestinya menjadikan manusia hilang kepercayaan diri.
Kepercayaan diri akan lenyap dikala manusia melupakan Tuhannya, serta membelakangi ajaran agamanya.
Satu‑satunya benteng agama yang dianugerahkan untuk setiap
manusia di dalam menghadapi sebarang musibah adalah sabar, yaitu tegar dan tabah, di iringi oleh segenap ikhtiar yang lebih baik dalam kemasan bekerja dan berdo’a.Segera kembali kepada Allah dengan mematuhi semua ajaran‑ajaran Nya, dan menjauhi setiap larangan‑Nya adalah hakekat sabar yang sebenarnya.
Semoga semua kita yang tertimpa musibah hari ini (kekeringan, tiada hujan, kabut dan asap, kecelakaan, kelaparan, musnahnya ikan di karamba Maninjau, naiknya harga, bertambahnya jumlah kemiskinan, langkanya BBM dan lain seumpama itu), dapat mengambil iktibar yang mendalam dari bentuk cobaan Allah ini, supaya kita bersegera kembali kepada Nya, dan ber‑istighfar memohon ampun atas segala kesalahan baik yang di ketahui, ataupun yang tidak.
Kembali beribadah, hidupkan fikiran dan gerakkan tenaga, cari apa yang di redhai Allah, supaya Allah senantiasa meredhai usaha‑usaha kita.
Sekali‑kali jangan berputus asa terhadap rahmat dan lindungan ALLAH. Begitulah hendaknya, Amin.
Heru Cahyono, Mahasiswa Fakultas Dakwah Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN SUKA Yogyakarta 2010.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar