Kamis, 23 Juni 2011
Salaf adalah Islam Nusantara , Bukan Wahabi
Ada beda pengertian antara arti salaf seperti yang datang dari Timur Tengah, dan arti Salaf yang lahir dari khazanah dan kekayaan Islam Nusantara
Umat Islam tentu tidak ingin terpecah-pecah. Meski berbeda-beda tapi tidaklah seharusnya membawa perpecahan . NU dan Muhammadiyah misalnya, adalah asset umat Islam Nusantara. Mereka lah pembentuk karakter keislaman tanah air.
Kita tahu dalam sejarah , perjuangan melawan penjajan dilakukan oleh para ulamadan guru-guru agama. Ketika itu organisasi Islam seperti NU dan Muhammadiyah ikut dalam perjuangan politik membawa masing- masing aspirasi untuk komunitas dan Jamaahnya, dan juga kemaslahatan untuk bangsa dan Negara.
Tentu, ada gesekan antara keduanya, apalagi dipanas-panasi oleh kemunculan orang-orang berjenggotdari Timur Tengah. Mereka membawa bendera “Salafi”. Sesuai dengan pengertian yang mereka terimadari paham wahabi. Mereka menjadika NU dan Muhammadiyah sebagai target sasaran. Mereka menganggap Muhammadiyah tidak lagi puritan dan ti\idak lagi murni. Sementara NU dianggap oleh mereka banyak melakukan Bid’ah, khurafat dan kemusyrikan.
Dan tidak hanya itu, untuk memperlemah kekuatannya, Nu dan Muhammadiyah diadu-domba. Sehingga mereka bertengkardalam masalah yang sepele, seperti masalah qunut dan Tarowih. Oleh Karen itu kita patut menyambut baik inisiatif yang bagus sekali dari pimpinan NU dan Muhammadiyahyang berupaya menyatukan langkah dalam membela dan melindungi umat. Sadar akan bahaya terhadap masa depan dunia Islam, NU dan Muhammadiyah bertekad menyatukan langkah untuk membangun Indonesia dan Islam yang maju, kuat dan solid.
Ada dua prinsip dasar yang membuat Pak Hasyim Muzadi dan Pak Din Syamsudin bertemu beberapa waktu yang lalu untuk menyatukan langkah tesebut. Pertama, prinsip tegas akan pentingnya menegakan kerukunan social dan kesatuan nasional. Kedua, sikap politik luar negri bangsa kita yang bebas dan aktif serta menolak segala bentuk ketundukan dan campur tangan asing dalam bentuk apapun.
Ikatan persatuan ini pernah diupayakan oleh sejumlah ulama yang mendirikan NU pada tahun 1926. Waktu itu, mereka menghadapi tantangan global; kebangkitan fundamentalisme agama dalam baju wahabi dan puritanisme, serta kolonialisme Belanda yang menjarah kekayaan bangsa muslim serta memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Kelompok pertama mengancam kelestarian dan kelangsungan cara beragamayang berorientasi madzhab, serta merusak keberlangsungan tatanan budaya bangsa yang plural. Sementara yang kedua mengancam kelangsungan umat Islam sebagai sebuah bangsa yang dipersatukan oleh ikatan tanah air tempat mereka lahir dan berpijak.
Oleh karena itu, menghadapi konteks global sekarang ini, dua ormas Islam terbesar di Indonesia menjadi contoh dari dua bentuk paham keagamaan “salafi” yang tetap menjaga persatuan, meski berbeda. NU dikenal dengan kumpulan para ulama dan kiai pesantren yang berwatak nasionalis dan membela bangsa ini. Sementara Muhammadiyah adalah himpunan para arsitek dan menejer professional yang cakap mengurus kegiatan amal sosial.
Heru Cahyono, Mahasiswa Fakultas Dakwah Prodi Komunikasi dan Penyairan Islam UIN SUKA Yogyakarta.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar