Selasa, 14 Juni 2011

Bagaimana Mengetahui Hadist itu Palsu?

Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh
Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa ba’d.

Di masa awal Islam, memang pernah terjadi beredarnya hadits-hadits palsu secara massal. Ada banyak sebabnya, namun salah satu latar belakangnya adalah perpecahan politis di kalangan beberapa kelompok di masa itu. Masing-masing kelompok berusaha membuat argumen yang memenangkan golongannya. Salah satunya dengan menggunakan hadits palsu atau maudhu`.

Hadits palsu ini sama sekali tidak berasal dari Rasulullah SAW, melainkan hanya dibuat-buat sendiri sesuai kebutuhan politik saat itu. Kenyataan ini memberi motivasi kepada para ulama untuk melakukan penelusuran riwayat hadits-hadits itu. Maka sejak itu terjadilah sebuah revolusi besar dalam dunia ilmu pengetahuan dengan ditemukannnya metode penelusuran hadits yang fenomenal. Metode ini unik dan hanya ada satu-satunya di dunia. Hanya ada di dalam agama Islam saja. Agama lain tidak pernah mengenal metode demikian.

Secara sederhana, para ulama yang serius memperhatikan kebenaran hadits melakukan pengecekan kebenaran hadits dari orang per-orang hingga kepada Rasulullah SAW. Bila jalur (sanad) terputus, maka hadits itu tertolak. Sedangkan bila sampai kepada Rasulullah SAW, masih dilihat kekuatan periwayatannya. Salah satunya dengan melihat riwayat hidup orang-orang yang meriwayatkan hadits itu. Ukuran standarnya adalah masalah `adil dan dhabith .

`Adil

Yang dimaksud dengan `adil adalah bahwa orang itu baik perilakunya dan sesuai dengan ajaran Islam. Bukan hanya dari sisi aqidah dan penerapan syariat, tetapi sampai kepada masalah akhlaq, moral dan etika. Sehingga seorang perawi hadits yang pernah kedapatan berbohong sekali saja dianggap sudah melemahkan periwayatan haditsnya. Atau bila melakukan hal-hal yang dianggap tidak sejalan dengan akhlaq dan nilai etika moral dalam Islam, maka orang itu akan dicap sebagai kurang `adil.

Dhabith

Yang dimaksud dengan dhabith adalah kekuatan hafalan dan kekonsistenan periwayatannya. Bila ada seorang perawi meriwayatkan sebuah hadits lalu di saat yang lain meriwayatkan lagi tapi berbeda isi atau redaksinya, maka orang itu dinilai kurang baik dari sisi dhabithnya. Dan akan dicap sesuai dengan kondisi dan keadaannya. Atau bila dia terlupa dengan hadits yang pernah diriwayatkannya, maka nilai kedhabitannya menjadi berkurang.

Anda bisa bayangkan bahwa periwayat hadits itu jumlah mencapai ribuan bahwa ratusan ribu orang. Palig tidak ada rentang waktu 100 s/d 200 tahun antara masa hidup Rasulullah SAW dengan masa periwayatan haditssebelum dikodifikasi. Satu persatu mereka diteliti dan didatangi serta didata kondisi keadilan dan kedhabitannya.

Diantara tokoh besar yang melakukan proyek maha raksasa ini adalah Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, Imam An-Nasa`i, Imam At-Tirmizi, Imam Abu Daud, Imam Ibnu Majah dan masih banyak yang lainnya. Khusus Bukhari dan Muslim, keduanya terkenal dengan ketatnya seleksi atas hadits-hadits yang mereka riwayatkan. Syarat keshahihan hadits yang mereka pilih sangat berat, sehingga dari sekian juta hadits yang berserakan, tinggal kira-kira 6 ribuan saja yang mereka masukkan ke dalam kitab shahihnya. Kitab yang mereka jadikan sebagai pedoman hadits shahih adalah Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim.

Sedangkan yang lainnya masih banyak yang shahih, meski masih perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut. Salah satunya adalah yang dimasa kini dilakukan oleh salah seorang ulama Syeikh Nashiruddin Albani. Beliau melakukan penelusuran ulang pada kitab-kitab yang telah diriwayatkan oleh para tokoh hadits ashabus sunan lalu memilahnya berdasarkan yang shahih dan yang dha`if. Misalnya tulisan beliau Silsilah Al-ahadits As-Shahihah .

Al-Jarhu Wat- Ta`dil

Ini adalah ilmu untuk menelusuri kondisi `adil dan dhabith seorang rawi. Di dalamnya terdapat sekian banyak kriteria tentang keadilan dan kedhabithan seseorang. ermasuk di dalam kekayaan disiplin ilmu ini adalah kitab-kitab yang memuat daftar nama para perawi seperti kitab Siar A`lam An-Nubala , masterpiece ulama hadits terkenal, Az-Zahabi. Kitab ini terdiri dari 28 jilid tebal yang memuat daftar para perawi hadits. Selain itu khusus untuk Masalah Jarh dan Ta dil, Abu Hatim Ar-Razi telah menyusun kitab yang berjudul Al-Jarhu Wat-Ta`dil . Kitab ini terdiri dari 10 jilid tebal.

Dengan semua keberadaan ilmu hadits ini, tidak ada alasan lagi bagi kita untuk bingung bila menemukan hadits, apakah palsu atau shahih dari Rasulullah SAW. Tinggal sejauh mana kita mau belajar disiplin ilmu ini dengan baik serta mengerti manfaat dan tujuannya.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

http://www.syariahonline.com/konsultasi/?act=view&id=9925

Heru Cahyono 10210104 Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar