Mangkirnya Nazaruddin dari panggilan ketiga KPK semakin menegaskan Singapura adalah tempat aman bagi para koruptor Indonesia. Sinyal ”perlawanan” Nazaruddin terhadap institusi pemberantas hukum kita ini menandakan bahwa ia sungguh merasa sangat nyaman bersembunyi di sana. Nazaruddin sangat tahu betul bahwa Indonesia tidak akan bisa berbuat apa-apa dan tidak akan diapa-apakan di Singapura. Karena ia paham benar bahwa para “seniornya” (buronan koruptor) yang sudah duluan kabur hingga sekarang kehidupan mereka tetap bahagia di Singapura.
Singapura memang pantas disebut surga para koruptor Indonesia. Fakta dan data memang menunjukkan hal yang demikian. Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis data bahwa dari 45 koruptor Indonesia melarikan diri ke luar negeri dalam sepuluh tahun terakhir, 20 orang di antaranya memilih Singapura. Singapura menjadi negara yang paling disenangi para koruptor karena sepanjang sejarahnya, tidak ada koruptor yang kabur ke Singapura bisa dibawa kembali ke Tanah Air secara paksa. Mulai pengemplang BLBI hingga pembobol Bank BNI. Kalaupun ada yang bisa diajak pulang itu hanyalah Gayus Tambunan seorang. Pulangnya Gayus pun bukan dipaksa, tapi karena ia berhasil dibujuk rayu oleh Satgas Anti Mafia.
Alasan tidak adanya perjanjian ektradisi selalu menjadi kendala pemerintah kita untuk menyeret para koruptor dari Singapura. Sebenarnya perjanjian i
ni pernah digagas tahun 2007 lalu di Bali. Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah membubuhkan tanda tangannya dalam perjanjian tersebut. Namun, anggota DPR kita ketika itu tidak menyetujuinya karena perjanjian itu mengisyaratkan imbalan yang lebih untuk Singapura. Not free lunch, tidak ada makan siang yang gratis, pemerintah Singapura meminta persyaratan tidak masuk akal berupa perjanjian kerja sama pertahanan (DCA). Di mana Singapura minta disediakan pangkalan militer di wilayah teritorial Indonesia. Sesuatu yang mustahil bagi kedaulatan negara kita.
Entah sudah ratusan triliun uang negara kita yang dibawa lari para koruptor ke Singapura. Tentu saja uang haram tersebut sangat berpengaruh kepada pertumbuhan ekonomi mereka. Karena itu wajar bila mereka mensyaratkan hal yang mustahil kepada pemerintah kita jika ingin perjanjian ektradisi dibuat. Menurut sebuah lembaga survei Merril Lynch Capgemini, sepertiga orang paling kaya di Singapura adalah orang Indonesia. Lembaga itu juga menyebutkan total dana orang Indonesia yang disimpan di Singapura, mencapai USD87 miliar atau setara dengan Rp783 triliun. Sebuah angka yang fantastik.
Melihat keuntungan yang begitu besar mereka peroleh, tentu kita mafhum bila Singapura akan lebih memilih tidak menyepakati perjanjian ekstradisi tersebut. Melaksanakan perjanjian ini sama saja bagi mereka membuang peluang atas dana yang masuk untuk menggerakkan roda perekonomian negaranya. Boleh jadi, mereka tidak perlu lagi bersusah-payah mencari investor untuk datang, sebab hampir tiap tahun ada saja para koruptor dari Indonesia yang datang menanamkan investasinya. Mereka sepertinya tidak peduli bahwa uang yang dibawa koruptor itu hanya menambah penderitaan rakyat Indonesia yang memang sudah demikian jauh dari kesejahteraan.
Singapura adalah gambaran keangkuhan sebagai sebuah negara yang bertetangga (jiran). Padahal dari segi wilayah dan penduduk, Singapura bukanlah apa-apanya bagi Indonesia. Wilayahnya tidak lebih luas dan populasi penduduknya tidak lebih banyak dari sebuah kabupaten di Pulau Jawa. Namun tingkah lakunya dari dulu memang tidak pernah menunjukkan aroma persahabatan.
Bangsa kita seperti tidak berharga dalam pandangannya. Betapa banyak kita dengarkan keluhan dari warga Indonesia yang diinterogasi di imigrasi bandara mereka tanpa sebab yang pasti. Betapa banyak TKW kita yang disiksa tanpa kejelasan nasibnya. Mereka seperti sangat paranoid kepada bangsa kita karena merasa sudah menjadi bangsa maju.
Rendahnya martabat bangsa kita di mata Singapura tidak lepas dari kelemahan kita sendiri. Sebagai sebuah bangsa, kita belum berada di batas kemapanan. Mereka tahu bahwa Indonesia sedang berkecamuk dengan berbagai persoalan yang melilit pemimpinnya. Mereka sangat mengerti bahwa bangsa kita di internalnya sendiri sibuk dengan dagelan politik. Mereka paham penegakan hukum kita sangat lemah untuk menangkap para koruptor. Mereka percaya bahwa pemimpin kita selalu ragu dalam mengambil keputusan.
Membiarkan kenyataan ini berlarut-larut hanya menambah kekerdilan kita di hadapan Singapura. Pemimpin kita mestilah menyadari bahwa bangsa kita adalah bangsa yang besar. Berbeda dengan Singapura yang merdeka lebih karena hadiah, bangsa kita didirikan dengan keringat dan darah pejuang. Bumi pertiwi ini memiliki pejuang-pejuang yang tangguh di medan pertempuran. Makanya sangatlah aneh bila pemimpin kita sekarang terkesan diam melihat kezaliman tetangga kecilnya ini.
Pepatah lama kita menyebutkan bahwa lawan jangan dicari, tapi kalau lawan datang kita tidak boleh lari. Orang Jakarta bilang, ”Lu jual gue beli”. Tingkah polah Singapura yang tidak memiliki itikad baik dengan kita untuk memulangkan para koruptor jelas-jelas mengindikasikan perlawanan tersembunyi. Logikanya sederhana: dengan melindungi penjahat-penjahat dari Indonesia, bukankah Singapura sama jahatnya dengan penjahat itu sendiri.
Pak SBY, kita meminta ketegasan Anda pada Singapura. Ketegasan dalam arti yang terukur tentunya. Jika memang mereka tidak bisa ikhlas memberikan perjanjian ektradisi itu, tempuhlah jalan lain yang lebih bermartabat. Lebih baik kita tidak bertetangga daripada kita direndahkan selalu. Terus terang kami sangat tidak ingin bangsa kita sampai mengemis memohon perjanjian ekstradisi itu didapatkan. Karena ribuan koruptor pun tidak bisa ditukar dengan kedaulatan negara kita.
Pak SBY, pergilah ke Singapura. Pergilah ke sana dengan muka yang tegak dan semangat 1945. Tanyakan kepada mereka apa mau mereka sebenarnya. Katakan kepada mereka bahwa kita adalah bangsa yang bermartabat. Katakan kepada mereka sejarah bangsa kita ditulis dengan tetesan darah para pejuang. Yakinkan mereka bahwa kesabaran kita ada batasnya. Tekankan kepada mereka bahwa ada + 270 juta orang yang siap sedia berada di belakang Anda.
Pak SBY, pergilah ke Singapura untuk ”menyeret” para koruptor kembali ke tanah air. Paksalah Singapura untuk menyerahkan mereka segera. Jika itu berhasil dilakukan barulah kami percaya komitmen Anda memberantas korupsi.***