Pembahasan kami dalam QS. Al-an’am
Ayat 59
Pada ayat ini Allah swt. menerangkan bahwa kunci-kunci pembuka pintu untuk mengetahui yang gaib itu hanya ada pada-Nya, tidak ada seorangpun yang mempunyainya.
Yang dimaksud dengan yang gaib ialah sesuatu yang tidak diketahui hakikatnya yang sebenarnya. Sekalipun manusia telah diberi Allah pengetahuan yang banyak tetapi pengetahuan itu hanyalah sedikit bila dibanding dengan pengetahuan Allah. Amatlah banyak yang belum diketahui oleh manusia.
Yang dimaksud dengan yang gaib ialah sesuatu yang tidak diketahui hakikatnya yang sebenarnya. Sekalipun manusia telah diberi Allah pengetahuan yang banyak tetapi pengetahuan itu hanyalah sedikit bila dibanding dengan pengetahuan Allah. Amatlah banyak yang belum diketahui oleh manusia.
Sesungguhnya Allah menciptakan alam ini dengan segala macam isinya, dilengkapi dengan aturan dan hukum yang mengaturnya sejak dari adanya sampai akhir masa adanya. Ketentuan itu tidak akan berubah sedikitpun. Kemudian Allah mengajarkan kepada manusia beberapa aturan dan ketentuan itu untuk meyakinkan mereka bahwa Allah-lah yang menciptakan segalanya ini agar mereka menghambakan diri kepada-Nya. Karena itu seandainya ada manusia yang menyatakan bahwa mereka mengetahui yang gaib itu, maka pengetahuan mereka hanyalah merupakan dugaan dan sangkaan belaka, tidak sampai kepada hakikat yang sebenarnya. Merekapun tidak mengetahui dengan pasti akibat dan hikmat sesuatu kejadian. Percaya kepada yang gaib itu termasuk salah satu dari rukun iman.
Ayat 60
Ayat ini menerangkan kekuasaan Allah terhadap makhluknya, yaitu Dialah yang menidurkan manusia di malam hari untuk beristirahat, menghilangkan kepayahannya karena berusaha di siang hari untuk mencari nafkah dan berjuang menegakkan agamanya.
Pada ayat yang lain Allah swt. menerangkan hakikat tidur dan hakikat mati itu, yaitu firman-Nya:
Artinya:
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya, maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir.
Pada ayat yang lain Allah swt. menerangkan hakikat tidur dan hakikat mati itu, yaitu firman-Nya:
Artinya:
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya, maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir.
(Q.S Az-Zumar: 42)
Dia pula yang membangunkan manusia di siang hari. Dia mengetahui apa yang akan kamu kerjakan di siang hari sebelum kamu mengerjakannya. Orang orang yang beriman akan mengisi seluruh waktu bangunnya dengan segala macam amal yang diridai Allah, karena ia telah yakin bahwa hidup di dunia adalah sementara, sedangkan hidup yang sebenarnya adalah di akhirat nanti. Sedang orang-orang kafir mengisi kehidupan mereka dengan segala macam yang diingini oleh hawa nafsu, karena mereka meragukan kehidupan akhirat dan seakan-akan mereka telah meyakini bahwa hidup di dunia inilah hidup yang sebenarnya.
Dengan menidurkan manusia di malam hari dan membangunkannya di siang hari dan dengan perputaran waktu itu habislah umur mereka lalu mereka diwafatkan dan kembali kepada Allah untuk ditimbang amal baik yang pernah mereka kerjakan dan perbuatan dosa yang pernah mereka lakukan.
Dengan menidurkan manusia di malam hari dan membangunkannya di siang hari dan dengan perputaran waktu itu habislah umur mereka lalu mereka diwafatkan dan kembali kepada Allah untuk ditimbang amal baik yang pernah mereka kerjakan dan perbuatan dosa yang pernah mereka lakukan.
Kepada mereka diberitakan segala perbuatan yang pernah dilakukan selama hidup di dunia. Beruntunglah orang-orang yang dapat mempergunakan waktu tidur di malam hari dan waktu bangun di siang hari sesuai dengan yang diperintahkan Allah.
Ayat 61
Ayat ini menegaskan kekuasaan, pemeliharaan dan pengawasan Allah terhadap hamba-hamba-Nya, Dia tidak dapat dikuasai sedikitpun oleh makhluk mahkluk-Nya termasuk sembahan-sembahan dan patung-patung yang disembah oleh orang-orang musyrik, karena sembahan sembahan dan patung itu tidak mampu memegang kekuasaan dan tidak mampu memberi pertolongan, bahkan ia sendirilah yang diberi pertolongan.
Dari ayat ini dipahami bahwa hendaklah manusia menghambakan diri kepada Allah, karena segala ilmu, kekuasaan, kemerdekaan, kemampuan bergerak dan berdaya cipta merupakan anugerah Allah kepada mereka, Dia sanggup menambah atau mencabut anugerah-Nya kapan Dia kehendaki. Di saat Dia mencabut semua anugerah-Nya itu, maka manusia tidak mempunyai arti sedikitpun. *Heru Cahyono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar