Jumat, 23 September 2011

Apakah Sama orang-orang yang Mengetahui dengan Orang-orang Yang Tidak Mengetahui?


Jasa Photo dan Video Shooting. Klik Disini!!
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya dan para pengikutnya
Allah berfirman,
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ
Katakanlah (wahai Muhammad) apakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS Az Zumar: 9)
Beruntunglah orang-orang yang mau merenungi ayat-ayatNya dan mau mengambil pelajaran darinya. Sesungguhnya sebaik-baik nasehat adalah Kitabullah, barangsiapa mau mengikuti nasehat didalamnya sungguh ia telah beruntung dan selamat. Lewat tulisan yang ringkas ini kami berusaha mengajak pembaca semua untuk sedikit merenungi dan mengambil faedah dari firman Allah ayat kesembilan dari surat Az Zumar diatas.
Keutamaan ilmu dan Ahli Ilmu
Penulis yakin telah banyak yang mengetahui bahwa ayat diatas adalah salah satu diantara dalil yang menunjukkan keutamaan ilmu dan orang yang berilmu. Dalam ayat yang mulia ini Allah menyuruh Rasulullah untuk bertanya “Apakah sama orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui?”. Ini adalah pertanyaan yang tidak perlu dijawab, karena sudah pasti beda orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengatahui, orang yang berilmu dan yang tidak berilmu. Jangankan manusia, hewan saja berbeda antara yang berilmu dan yang tidak berilmu. Allah berfirman, “Katakanlah: Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu” (al Maidah: 4). Hasil tangkapan binatang pemburu yang terlatih (berilmu) halal dimakan, tidak demikian tangkapan hewan buas pada umumnya.
Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin membawakan dan menjelaskan ayat diatas di awal bab “Keutamaan Ilmu” dalam “Kitabul Ilmi” beliau. Diantaranya beliau berkata, “Tidak sama orang yang berilmu dan tidak berilmu, sebagaimana tidak sama orang yang hidup dengan yang mati, yang mendengar dengan yang tuli, yang melihat dengan yang buta. Ilmu adalah cahaya yang dengannya manusia mendapat petunjuk, yang denganya manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya. Dengan ilmu Allah mengangkat/melebihkan siapa yang dikehendakinya dari para makhluqNya. Allah berfirman, Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Al Mujadalah: 11)…” [kitabul Ilmi, hal 13]
Sikap seorang yang berilmu
Salah satu faedah yang berharga dari ayat diatas adalah “Hendaknya seorang yang berilmu tidak seperti orang-orang yang tidak berilmu”. Ironisnya kita dapati banyak orang yang bertahun-tahun menuntut ilmu atau bahkan orang-orang yang menisbahkan dirinya dengan “ahli ilmu” tetapi akhlak, perilaku maupun amalannya tidak menunjukkan ilmu yang dimiliki. Berikut beberapa sikap yang hendaknya dimiliki seorang yang berilmu:
1. Sikap terhadap diri sendiri
Seorang yang berilmu hendaknya dapat berinteraksi dengan dirinya sendiri dengan baik. Hendaknya ia melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya sendiri baik dalam urusan dunia maupun akhirat. Rasulullah bersabda, Bersemangatlah kamu terhadap apa-apa yang bermanfaat bagi kamu, dan mohonlah pertolongan pada Allah dan jangan merasa lemah [HR Muslim dari sahabat Abu Hurairah]. Jangan sampai ia menyerupai orang-orang yang tidak memiliki ilmu yang suka melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat atau bahkan melakukan hal-hal yang merugiakan dirinya sendiri. Padahal Rasulullah bersabda, Sebagian dari kebaikan keislaman seseorang ialah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya [Tirmidzi (2318), Ibnu Majah (3976), Dihasankan oleh Tirmidzi]. Selain itu, hendaknya seorang yang berilmu hendaknya ia menghiasi dirinya dengan perangai yang baik. Jangan sampai ia menyerupai perangai orang-orang yang tidak berilmu, kolot, kasar, suka debat kusir dan lainnya. Hendaknya ia menjadi orang yang arif, bijaksana, hati-hati dan berbagai perangai yang baik lainnya yang mencerminkan ilmu yang ia miliki.
2. Sikap terhadap Tuhannya
Seorang yang berilmu hendaknya ia semakin dekat dengan Tuhannya dan semakin takut dariNya. Allah berfirman ,
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. (Al Fathir: 28)
Kedekatan seseorang dengan Tuhannya tercermin pada amalannya. Seorang yang berilmu hendaknya dia giat melakukan ibadah dan amalan lainnya baik yang sunnah maupun yang wajib. Jangan menjadi orang yang menjadikan ilmu hanya sebagai wawasan, tanpa ada kemauan untuk mengamalkannya. Jika bermalasan dalam beramal lalu apa bedanya dengan yang tidak berilmu. Dan itulah sifatnya orang yahudi, berilmu tetapi tidak diamalkan.
Sebagaimana telah bersusah payah mencari ilmu, hendaknya berusaha keras juga untuk mengamalkannya. Kalau kita mengamalkan apa yang telah kita ketahui maka Allah akan menambah ilmu kita. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah perkataan hikmah,
من عمل بما علم اورثه الله علم ما لم يعلم
“Barangsiapa mengamalkan apa-apa yang ia ketahui maka Allah menganugerahinya ilmu yang ia belum ketahui.”
Dan hal ini juga dikuatkan dengan FirmanNya
, وَاتَّقُواْ اللّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللّهُ وَاللّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيم
Dan bertakwalah kepada Allah. Allah mengajarmu dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 282)

3. Sikap terhadap orang lain
Seorang yang berilmu hendaknya dapat menempatkan diri saat berinteraksi dengan orang lain. Baik beinteraksi dengan yang lebih tua maupun lebih muda, dengan yang lebih berilmu maupun dengan orang-orang awam. Dia dapat menempatkan dirinya saat bergaul dengan sesama penuntut ilmu, dengan gurunya, maupun dengan orang-orang yang jahil. Diantara sikap seorang yang berilmu terhadap orang lain adalah tawadhu’ dengan ilmu yang dimiliki. Alangkah indahnya pepatah yang mengatakan “Seperti ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk”. Seorang yang memiliki niat yang benar dalam menuntut ilmu ia akan semakin tawadhu’ seiring bertambah ilmu yang ia miliki. Ia sadar bahwa ia menuntut ilmu untuk mengangkat kebodohan pada dirinya dan orang lain, bukan sekedar untuk sok atau bangga-banggaan dengan ilmu yang dimiliki.
4. Sikap terhadap Agamanya
Seorang yang berilmu memiliki ghirah (kecenderungan) yang tinggi terhadap agamanya. Ia berada dibarisan terdepan dalam dakwah dan memperjuankan Agamanya. Sebagaimana telah diketahui bahwa agama tidak mungkin tegak kecuali dengan dua hal: Ilmu (petunjuk) dan Pedang (perang). Dan itulah jalan para Nabi dan Rasul dan orang-orang yang mengikuti mereka, mereka mendakwahkan ilmu yang mereka miliki. Allah berfirman,
قُلْ هَـذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاْ وَمَنِ اتَّبَعَنِي
Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata (QS Yusuf: 108)
Semoga tulisan singkat ini bermanfaat. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Rosulullah serta keluarga dan sahabatnya.

Sabun Herbal, Untuk Kesehatan Kulit Anda. Klik Disini!!
READMORE -

10 Ayat AL-Qur’an Tentang Keutamaan Ilmu & Orang-orang Yang berilmu


Jual Sabun Herbal, Untuk Kesehatan Kulit Anda. Silahkan Klik Disini!!

1.  QS. Aali 'Imran (Ali 'Imran) [3] : ayat 7
[3:7] Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mu-tasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.

2.  QS. Aali 'Imran (Ali 'Imran) [3] : ayat 18
[3:18] Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

3.  QS. An-Nisaa' (An-Nisa') [4] : ayat 83
[4:83] Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut setan, kecuali sebagian kecil saja (di antaramu).

4.  QS. Huud (Hud) [11] : ayat 24
[11:24] Perbandingan kedua golongan itu (orang-orang kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan itu sama keadaan dan sifatnya?. Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran (daripada perbandingan itu)?.



5.  QS. Ar-Ra'd [13] : ayat 16
[13:16] Katakanlah: "Siapakah Tuhan langit dan bumi?" Jawabnya: "Allah". Katakanlah: "Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?". Katakanlah: "Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?" Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa".

6.  QS. Al-'Ankabuut (Al-'Ankabut) [29] : ayat 43
[29:43] Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.

7.  QS. Faathir (Fatir) [35] : ayat 19
[35:19] Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat.

 8. QS. Faathir (Fatir) [35] : ayat 28
[35:28] Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

9.  QS. Az-Zumar [39] : ayat 9
[39:9] (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.


10. QS. Al-Mujaadilah (Al-Mujadilah) [58] : ayat 11
[58:11] Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Les Privat Komputer Datang Ke Rumah/Ke Kantor Anda. Klik Disini!!
READMORE -

Kamis, 22 September 2011

Realisasi Iman dalam Kehidupan Sosial

Jual Sabun Herbal Untuk Kesehatan Kulit Anda. Silahkan Klik Disini!!!

Pengertian                      
Dari segi etimologi iman berasal dari bahasa arab yang berarti kecepatan, lurus, jujur, setia, aman, dan sentosa. Sedangkan menurut Syafi’i (terminologi) adalah mengimani Allah swt, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, qada’ dan qadar serta hari akhir. Apabila seseorang tidak mengimani dari salah satu dari rukun iman yang enam maka sesungguhnya dia tidak mengimani Allah swt, oleh karena itu, Allah memerintahkan kita untuk selalu takwa kepada-Nya. Dia menggunakan sifat al-Jabbar-Nya kepada kita untuk patuh hanya kepada-Nya.
Cinta Sesama Muslim Sebagian Dari Iman.
Kita tidak mengetahui bahwa cinta sesama muslim merupakan hubungan horizontal yang masih dipupuk dan dilestarikan, bahkan dalam sebuah hadits menyatakan, bila salah seorang di antara kamu sakit maka kita pun mengalami hal yang sama, kita harus yakin seberat apapun beban yang ada di pundak akan terasa ringan bila kita saling membagi
Sabda Rasulullah saw.
Artinya:
Orang mukmin dengan mukmin lainnya bagaikan sebuah bangunan yang satu”
Seorang mukmin yang ingin mendapat ridha Allah swt. harus berusaha untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang diridhai-Nya. Salah satunya adalah mencintai sesama saudaranya seiman seperti ia mencintai dirinya, sebagaimana dinyatakan dalam hadits di atas.
Namun demikian, hadits di atas tidak dapat di artikan bahwa seorang mukmin yang tidak mencintai saudaranya seperti dirinya berarti tidak beriman. Maksud pernyataan   pada hadits di atas “tidak sempurna keimanan seseorang” jika tidak mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Jadi,  haraf nafi  ??  pada hadits tersebut  berhubungan dengan ketidaksempurnaan.
Hadits di atas juga menggambarkan bahwa Islam sangat menghargai persaudaraan dalam arti sebenarnya. Persaudaraan yang datang dari persaudaraan datang dari hati nurani, yang dasarnya keimanan dan bukan hal-hal lain, sehingga betul-betul merupakan persaudaraan murni dan suci. Persaudaraan yang akan abadi seabadi imannya kepada Allah swt. dengan kata lain, persaudaraan yang didasarkan Illah, sebagaimana diterangkan dalam banyak hadits tentang keutamaan orang saling mencintai karena Allah swt, di antaranya:
Artinya:
Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw. bersabda, ‘pada hari kiamat Allah swt. akan berfirman ‘Dimanakah orang yang saling terkasih sayang karena kebesaran-Ku, kini Aku naungi di bawah naungan-Ku pada saat tiada naungan, kecuali naungan-Ku” (HR. Muslim)
Orang mencintai saudaranya karena Allah akan memandang bahwa dirinya merupakan salah satu anggota masyarakat, Yang harus membangun tatanan untuk kebahagian bersama. Apapun yang dirasakan oleh saudaranya, baik kebahagiaan maupun kesengsaraan, ia anggap sebagi kebahagian atau kesengsaraannya juga. Dengan demikian, terjadi keharmonisan hubungan antara individu yang akan memperkokoh persatuan dan  kesatuan. Dalam hadits lain, Rasulullah saw menyatakan:
Artinya:
Sesungguhnya antara seorang mukmin dengan mukmin lainnya bagaikan bangunan yang saling melengkapi (HR. Bukhari dan Muslim)
Masyarakat seperti itu, telah dicontohkan pada zaman Rasulullah saw. kaum Anshar dengan tulus ikhlas menolong dan merasakan penderitaan yang dialami oleh kaum Muhajirin sebagi penderitaannya. Perasaan seperti ini bukan didasarkan keterkaitan darah atau keluarga, tetapi didasarkan pada keimanan yang teguh.tak heran kalau mereka rela memberikan apa saja yang dimilikinya untuk menolong saudaranya dari kaum Muhajirin, bahkan ada yang menawarkan salah satu istrinya untuk dinikahkan kepada saudaranya dari Muhajirin.
Persaudaraan seperti itu sungguh mencerminkan betapa kokoh dan kuatnya keimanan seseorang. Ia selalu siap menolong saudaranya seiman tanpa diminta, bahkan tidak jarang mengorbankan kepentingannya sendiri demi menolong saudaranya. Perbuatan baik seperti itulah yang akan mendapat pahala besar di sisi Allah swt, Yakni memberikan sesuatu yang sangat dicintainya kepada saudaranya, tanpa membedakan antara saudaranya seiman dengan dirinya sendiri.
Allah swt berfirman:
Artinya:
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.”
Sebaliknya, orang-orang mukmin yang egois, yang hanya mementingkan kebehagian dirinya sendiri, pada hakikatnya tidak memiliki keimanan yang sesungguhnya. Hal ini karena perbuatan seperti itu merupakan perbuatan orang kufur dan tidak disukai oleh Allah swt. Tidaklah cukup dipandang mukmin yang taat sekalipun khusyuk dalam shalat atau melaksanakan semua rukun Islam bila ia tidak peduli terhadap nasib saudaranya seiman.
Namun demikian, dalam mencintai seorang mukmin, sebagaimana dikatakan di atas, harus didasari Illah. Oleh karena itu, harus tetap memperhatikan  rambu-rambu syara’. Tidak benar, dengan alasan mencintai saudaranya seiman sehingga ia mau menolong saudaranya tersebut dalam berlaku maksiat dan dosa kepada Allah swt.
Sabaiknya, dalam mencintai sesama muslim, harus mengutamakan saudara-saudara seiman yang betul-betul taat kepada Allah swt. Rasulullah saw, memberikan contoh siapa saja yang harus terlebih dahulu dicintai, yakni mereka yang berilmu, orang-orang terkemuka, orang-orang yang suka berbuat kebaikan, dan lain-lain sebagaimana diceritakan dalam hadits:
Artinya:
“Abdullah Ibn Mas’ud r.a. ia berkata Rasulullah saw, bersabda, hendaknya mendekat kepadaku orang-orang dewasa dan yang pandai, ahli-ahli pikir. Kemudian berikutnya lagi. Awaslah! Janganlah berdesak-desakan seperti orang-orang pasar.” (HR Muslim)
Hal ini tidak berarti diskriminatif karena Islam pun memerintahkan umatnya untuk mendekati orang-orang yang suka berbuat maksiat dan memberikan nasihat kepada mereka atau melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar.
Fiqh Al-Hadits
Salah satu tanda kesempurnaan iman seorang mukmin adalah mencintai saudaranya seabagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Hal itu direalisasikan dalam kehidupannya sehari-hari dengan berusaha untuk menolong dan merasakan kesusahan maupun kebahagian saudaranya seiman yang didasarkan atas keimanan yang teguh kepada Allah swt.
Dia tidak berpikir panjang untuk menolong saudaranya sekalipun sesuatu yang diperlukan saudaranya adalah benda yang paling dicintai. Sikap ini timbul karena ia merasakan adanya persamaan antara dirinya dan saudaranya seiman.
Ciri Seorang Muslim Tidak Mengganggu Orang Lain
Artinya:
Abdullah bin Umar berkata bahwa Nabi saw. telah bersabda “seorang muslim adalah orang yang akan menyebabkan orang-orang Islam (yang lain) selamat dari lisan dan tangannya dan orang hijrah adalah orang yang hijrah dari apa yang  telah dilarang Allah swt” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Nisa’i)
Hadits di atas mengandung dua pokok bahasan, yakni tentang hakikat seorang muslim, dalam membina hubungan dengan sesama muslim dalam kehidupan sehari-hari, dan juga menjelaskan hakikat hijrah dalam pandangan Islam
Orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat telah tergolong muslim. Akan tetapi, untuk dikatakan muslim yang sebenarnya (haqiqi), ia harus memiliki tingkah laku yang sesuai dengan ketentuan Islam, tanpa memilih atau membedakan syari’at yang disukai olehnya.
Tidaklah dikatakan sempurna keislaman seseorang muslim adalah orang yang mampu menjaga dirinya sehingga orang lain selamat dari kezaliman atau perbuatan jelek tangan dan mulutnya. Dengan kata lain, ia harus berusaha agar saudaranya sesama muslim tidak merasa disakiti oleh tangannya, fisik seperti dengan memeluknya, merusak harta bendanya, dan lain-lain ataupun dengan lisannya. Kalaupun ia pernah menyakiti saudaranya tanpa disengaja, ia harus segera memberikan pertolongan sesuai dengan kemampuannya.
Adapun menyakiti orang lain dengan ucapan atau lisannya, misalnya dengan fitnah, cacian, umpatan, hinaan, dan lain-lain. Perasaan sakit yang disebabkan oleh ucapan lebih sulit dihilangkan dari pada sakit akibat pukulan fisik. Tidak jarang terjadinya perpecahan, perkelahian, bahkan peperangan di berbagai daerah akibat tidak dapat mengatur lisan sehingga menyebabkan orang lain sakit hati, slah satu pepatah arab menyatakan:
Artinya:
Keselamatan seseorang adalah dengan menjaga lisannya”
Dengan demikian, seseorang harus beusaha untuk tidak menyakiti saudaranya dengan cara apapun dan kapan pun. Sebaliknya, ia selalu berusaha menolong dan menyayanginya saudaranya seiman sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Hal itu karena menjaga orang lain, baik fisik maupun perasaannya sangat penting dalam Islam. tidak heran kalau amalan sedekah akan batal jika disertai dengan sikap yang dapat menyakiti mereka yang diberi sedekah. Allah berfirman
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima),
Oleh karena itu,  setiap muslim harus berhati-hati dalam bertingkah laku. Jangan asal berbicara bila tidak ada manfaatnya. Jangan berbuat sesuatu bila hanya menyebabkan penderitaan orang lain. Karena segala tindakan dan perbuatan akan diminta pertanggungjawabannya kelak di akhirat sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah
Artinya:
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
Di samping itu, jika seseorang berbuat dosa kepada sesama manusia, Allah swt. tidak akan mengampuni dosanya sebelum orang pernah disakitinya itu memanfaatkannya.
Dalam hadits di atas juga diterangkan tentang hijriah, yaitu bahwa hijrah yang sebenarnya bukanlah berpindah tempat sebagaimana banyak dipahami orang, melainkan berpindah dari kejelekan menuju kebaikan.
Memang sangat berat bagi orang yang terbiasa melakukan sesuatu yang dilarang agama atau terbiasa tidak melakukan sesuatu yang telah di perintahkan agama untuk mengubah perilakunya, padahal dia mengakui bahwa dirinya beriman. Dalam hati kecilnya, ia mengakui bahwa perbuatan yang selama ini dilakukannya adalah salah. Akan tetapi, kalau didasari niat yang betul, semuanya akan mudah. Ia akan berpindah dari jalan yang dimurkai Allah swt. menuju jalan yang diridhai-Nya. Allah swt pasti akan menyertai orang-orang yang ingin taat kepada-Nya dan memberikan pahala dan kebahagiaan kepada mereka. Sebagaimana firman-Nya:
Artinya:
Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih Tinggi derajatnya di sisi Allah; dan Itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.
Hijrah juga dapat diartikan sebagai perjalanan panjang untuk meraih masa depan yang lebih cerah. Dapat juga diartikan sebagai perjalanan panjang untuk mendapatkan ridha-Nya. Untuk menempuh suatu perjalanan diperlukan bekal yang cukup. Bekal tersebut dalam Islam adalah aqidah yang kuat. Orang yang kuat imannya tidak akan mudah tergelincir pada perbuatan yang menyimpang perintah-Nya. Jika tergelincir kepad perbuatan salah, ia segera berhijrah dari perbuatan jelek tersebut kepada perbuatan-perbuatan baik, sesuai perintah-Nya.
Fiqh al-Hadits
Di antara ciri kesempurnaan iman seseorang adalah tidak mau menyakiti saudaranya seiman. Selain itu, ia pun berusaha untuk berhijrah (pindah) dari melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah kepada perbuatan-perbuatan yang diridhai-Nya.
rEALISASI IMAN DALAM MENGHADAPI TAMU
Terjemahnya hadits:
Abu Hurairah r.a. ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dia harus memuliakan tamunya, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dia harus berbuat baik kepada tetangganya; dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dia harus berkata baik dan diam” (HR. Syaikhani dan Ibnu Majah)
Dalam hadits di atas, ada tiga perkara yang didasarkan atas keimanan kepada Allah dan hari akhir, yakni memuliakan tamu, memuliakan tetangga, dari berbicara baik dan diam. Adapun alasan penyebutan dua keimanan, yakni iman kepada Allah dan hari akhir karena iman kepada Allah merupakan permulaan segala sesuatu dan ditangan-Nyalah segala kebaikan dan kejelekan sedangkan hari akhir merupakan akhir kehidupan dunia, yang di dalamnya mencakup hari kebangkitan, makhsyar, hisab, dan surga neraka, dan banyak sekali yang harus diimani pada hari akhirat tersebut. Dengan demikian seandainya manusia betul-betul beriman kepada Allah dan hari akhir, dia akan berbuat kebaikan dan menjauhi segala kemungkaran dan kemaksiatan.
  1. Memuliakan tamu. Maskud memuliakan tamu dalam hadits di atas mencakup perseorang maupun kelompok. Tentu saja hal ini dilakukan berdasarkan kemampuan bukan karena ria. Dalam syariat Islam, batas memuliakan tamu adalah 3 hari tiga malam, sedangkan selebihnya merupakan sedekah.
  2. Memuliakan tetangga. Maksud tetangga disini adalah umum, baik yang dekat maupun yang jauh, muslim, kafir, ahli ibadah, orang fasik, musuh, dan lain-lain, yang bertempat tinggal di lingkungan rumah kita. Namun demikian, dalam memuliakan mereka, terdapat tingkatan-tingkatan antara satu tetangga dengan lainnya. Seorang muslim dan ahli ibadah yang dapat dipercaya dan dekat rumahnya lebih utama untuk dihormati dari pada para tetangga lainnya.
Diantara akhlak yang terpenting kepada tetangga adalah:
  • Menyampaikan ucapan selamat ketika tetangga sedang bergembira
  • Menjenguknya tatkala sakit
  • Bertakziyah ketika ada keluarganya yang meninggal
  • Menolongnya ketika memohon pertolongan
  • Memberikan nasehat dalam berbagai urusan dengan cara yang ma’ruf dan lain-lain
3. Berbicara baik dan diam
Sesungguhnya ucapan seseorang menentukan kebahagian dan kesengsaraan dirinya. Orang yang selalu menggunakan lidahnya untuk berbiara baik, memerintahkan kepada kebaikan dan melarang kepada kejelekan, membaca Al-Qur’an, membaca ilmu pengetahuan dan lain-lain. Ia akan mendapatkan kebaikan dan dirinya pun terjaga dari kejelekan. Sebaliknya orang yang apabila menggunakan lidahnya untuk berkata-kata jelek atau menyakiti orang lain, ia akan mendapat dosa dan tidak mustahil orang lain, ia akan mendapat dosa dan tidak mustahil orang lain pun akan bertaubat demikian kepadanya. Maka perintah Rasulullah untuk berkata baik dan diam merupakan suatu pilihan yang akan mendatangkan kebaikan.
READMORE -

Rabu, 21 September 2011

Sejarah Hidup Rasulullah: Teladan dalam Rumah Tangga Rasulullah







LES PRIVAT KOMPUTER (OFFICE, DESIGN, INTERNET, DLL) DATANG KE RUMAH/KANTOR ANDA!!! KLIK DISINI!!!!

Umar kemudian pergi ke masjid, dan dengan suara lantang ia berkata kepada kaum Muslimin, "Rasulullah SAW tidak menceraikan isterinya."
 

Sehubungan dengan peristiwa ini, turun ayat-ayat suci ini:"Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS At-Tahrim: 1-2)

"Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang istrinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (pembicaraan Hafsah dan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu (Hafsah) bertanya: "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?" Nabi menjawab: "Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." 
JUAL SABUN HERBAL UNTUK KESEHATAN KULIT ANDA. Silahkan Klik Disini!!!

"Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula." 

"Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan."
 (QS At-Tahrim: 3-6)

Dengan demikian peristiwa itu selesai. Istri-istri Nabi kembali sadar, dan beliau pun kembali kepada mereka setelah mereka benar-benar bertaubat, menjadi manusia yang rendah hati beribadah dan beriman. Kehidupan rumah tangganya sekarang kembali tenang, yang memang demikian diperlukan oleh setiap manusia yang sedang melaksanakan suatu beban besar yang ditugaskan kepadanya.
 
Apabila orang itu orang besar seperti Muhammad SAW, lemah-lembut  seperti beliau,  berlapang dada, tahan menderita, orang berwatak dengan segala sifat-sifat yang ada padanya—yang sudah disepakati dan diakui pula oleh semua penulis sejarah Hidupnya—maka menggambarkan salah satu dari kedua peristiwa itu an sich sebagai sebab ia memisahkan diri dan mengancam hendak menceraikan istri, adalah suatu   hal yang kebalikannya, jauh daripada suatu cara kritik sejarah.

Sebaliknya, kritik yang akan dapat diterima orang dan sejalan pula dengan logika sejarah ialah apabila peristiwa-peristiwa itu mengikuti jejak yang sebenarnya, yang akan membawa kepada kesimpulan-kesimpulan yang sudah pasti tidak bisa lain akan ke sana. Maka dengan demikian ia akan menjadi masalah biasa, masuk akal dan secara ilmiah dapat diterima. 
 
Ada beberapa orientalis yang juga bicara tentang ayat-ayat yang turun pada permulaan surah At-Tahrim seperti di atas. Disebutkan bahwa semua kitab suci di Timur tidak ada yang menyebut-nyebut peristiwa rumah tangga dengan cara semacam itu.
 
Rasanya tidak perlu kita mengatakan lagi apa yang tersebut dalam kitab-kitab suci itu semua—termasuk Alquran di antaranya tentang masyarakat Luth dengan segala cacat mereka. Bahkan Taurat (Perjanjian Lama) membawa cerita tentang Luth dan dua anaknya yang perempuan ketika mereka memberikan minuman anggur kepada bapaknya sehingga dua malam berturut-turut ia mabuk, dengan maksud supaya dapat masing-masing mereka dapat tidur dengan Luth dan dengan demikian mereka memperoleh keturunan—karena khawatir keluarga Luth kelak akan punah, setelah  Tuhan menurunkan bencana. Oleh sebab itu, maka semua kitab suci membuat kisah-kisah para rasul serta apa yang mereka lakukan dan segala apa yang terjadi, ialah sebagai suri teladan bagi umat manusia.
 
Banyak sekali kisah-kisah demikian dalam Alquran. Tuhan menyampaikan kisah-kisah yang baik sekali kepada Rasulullah. Sedang Alquran bukan hanya diturunkan kepada Nabi Muhammad, melainkan kepada seluruh umat manusia. Muhammad SAW adalah seorang nabi dan rasul, sebelum dia pun telah banyak rasul-rasul lain yang dibawakan kisahnya dalam Alquran. 

Jika Qur'an menyampaikan berita-berita tentang Muhammad SAW dan menyangkut  pula kehidupan pribadinya yang perlu menjadi contoh buat kaum Muslimin dan teladan yang baik pula, serta memberi isyarat tentang arti dalam tindakan dan kebijaksanaannya itu, maka kisah-kisah para nabi  yang terdapat dalam Alquran itu sama sekali tidak berarti keluar daripada apa yang terdapat dalam kitab-kitab  suci  lain. 

Les Privat Komputer Datang Ke Rumah / Kantor Anda. Silahkan Klik Disini!!!


Apabila kita mengatakan bahwa masalah Muhammad SAW meninggalkan istrinya itu bukan sebab yang berdiri sendiri di samping sebab-sebab lain yang telah menimbulkan cerita itu, juga bukan karena Hafshah bercerita kepada Aisyah tentang apa yang dilakukan Nabi dengan Maria—suatu hal yang memang patut dilakukan oleh setiap laki-laki terhadap istrinya atau siapa saja yang sah menjadi miliknya—orang akan melihat, bahwa tinjauan yang dikemukakan oleh beberapa orientalis itu,  dari segi kritik sejarah sama sekali tidak dapat dibenarkan. Juga tidak pula sejalan dengan apa yang ada dalam kitab-kitab suci sehubungan dengan kisah-kisah dan kehidupan para nabi itu.(Republika)
READMORE -

HUKUM ISLAM TIDAK DITERAPKAN, PEMIMPIN SUMBER MUSIBAH

Alhamduillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Indonesia kaya akan kekayaan alamnya, tapi juga kaya akan berbagai musibah dan konflik. Hitung saja sejak naiknya presiden Indonesia sekarang, sudah berapa musibah besar terjadi di negeri ini. Bukan hanya yang menimpa fisik, musibah akidah dan akhlak juga semakin merajalela. Paham sesat pluralisme dan sekulerisme yang mematikan hati semakin dapat tempat. Aliran-aliran sempalan Islam semakin terlindungi. Sebaliknya gerakan dakwah untuk ditegakkannya hukum Allah di bumi Indonesia dimusuhi dan dicitrakan sebagai paham teroris. Bahkan, para tokohnya dibunuh, dipenjara, dan dirusak nama baiknya.
Paceklik dan kemarau panjang salah satu musibah yang sekarang sedang mengancam. Banyak masyarakat sudah kesulitan mendapatkan air bersih yang layak untuk dikonsumsi, dipakai mandi dan cuci. Kekeringan yang menyebabkan gagal panen sudah menimpa ribuan hektar sawah di beberapa daerah, ditahannya hujan sehingga terjadi peceklik dan kekeringan merupakan akibat dosa manusia. Sedangkan manusia adalah makhluk sosial yang hidup di bawah suatu kepemimpinan/pemerintahan yang menetapkan aturan atas mereka. Baik dan buruknya aturan akan mempengaruhi kesalehan mereka. Jika aturan yang diterapkan tidak didasarkan pada iman dan untuk mewujudkan ketakwaan, maka masyarakatpun akan tidak shalih. Apalagi kalau aturan melegalkan kemungkaran dan melindunginya, maka masyarakat akan menjadi pendosa. Sehingga musibah dan bencana akan turun karenanya.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah berdiri di hadapan kami lalu bersabda:
يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ وَأَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ لَمْ تَظْهَرْ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا إِلَّا فَشَا فِيهِمْ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمْ الَّذِينَ مَضَوْا وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلَّا أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنْ السَّمَاءِ وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللَّهِ وَعَهْدَ رَسُولِهِ إِلَّا سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ   
"Wahai sekalian Muhajirin, lima perkara apabila menimpa kalian, dan aku berlindung kepada Allah dari kalian menjumpainya:
  1. Tidaklah merebak perbuatan keji (seperti zina, homo seksual, pembunuhan, perampokan, judi, mabok, konsumsi obat-obatan terlarang dan lainnya) di suatu kaum sehingga mereka melakukannya dengan terang-terangan kecuali akan merebak di tengah-tengah mereka wabah penyakit tha’un (semacam kolera) dan kelaparan yang tidak pernah ada ada pada generasi sebelumnya.
  2. Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan disiksa dengan paceklik panjang, susahnya penghidupan, dan kezaliman penguasa atas mereka.
  3. Tidaklah mereka menahan membayar zakat kecuali hujan dari langit akan ditahan dari mereka. Dan sekiranya bukan karena hewan-hewan, manusia tidak akan diberi hujan.
  4. Tidaklah mereka melanggar janji Allah dan janji Rasul-Nya, kecuali akan Allah jadikan musuh mereka (dari kalangan kuffar) menguasai mereka, lalu ia merampas sebagian kekayaan yang mereka miliki.
  5. Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka (kaum muslimin) berhukum dengan selain Kitabullah dan menyeleksi apa-apa yang Allah turunkan (syariat Islam), kecuali Allah timpakan permusuhan di antara mereka.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim dengan sanad shahih)." (HR Ibnu Majah dan  Dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam ash-Shahihah no. 106)
Dalam hadits di atas, pemimpin zalim disebutkan sebagai akibat atas kedurhakaan msyarakat. Namun, di ujung disebutkan, pemimpin yang tidak menerapkan syariat akan menyebabkan terjadinya perpecahan dan permusuhan di tengah-tengah masyarakat. Disamping mereka sebagai akibat mereka juga menjadi sebab. Karena, tidaklah perbuatan-perbuatan keji akan tersebar dan dilakukan terang-terangan di tengah-tengah manusia, jika pemimpinnya tegas dalam menerapkan hukum Islam. Tidak ada pezina dan pelacur yang beriklan jika pemimpin menerapkan hukum Islam berupa cambuk dan rajam. Jangankan zinanya, segala sarana yang mengarah ke sana saja dilarangnya. Tidak seperti di negeri ini, pelacuran dilindungi, dilegalkan dan dilokalisir di tempat yang dilindungi undang-undang. Siapa yang menegakkan amar ma'ruf dan nahi munkar di sana, dianggap melakukan kriminal karena melanggar undang-undang. Bahkan penamaannya diganti dengan Pekerja Seks Komersial (PSK) yang seolah menjadi jalan resmi untuk mencari nasi, sekelas dengan kuli bangunan, Pedagang, sampai PNS.
Menahan dan tidak mengeluarkan zakat tidak akan terjadi dengan luas jika pemerintah menerapkan hukum Islam. Karena kepentingan utamanya, menegakkan hukum Allah, membimbing masyarakat untuk bertakwa, dan mengatur kemaslahatan dunia mereka. Namun, jika bukan pemerintahan Islam yang mengaturnya dan bukan hukum Islam yang ditegakkannya, mengelola zakat tidak menjadi bagian kepentingannya. Jika ada yang menahan dan tidak mengeluarkannya bukan sebagai pelanggaran, namun sebaliknya jika tidak mebayar pajak maka dianggap melangar. Padahal pajak tidak dikenal dan tidak wajib bagi kaum muslimin, kecuali jika mereka hidup dibawah penguasa selain mereka.
. . . tidaklah pemimpin-pemimpin mereka (kaum muslimin) berhukum dengan selain Kitabullah dan menyeleksi apa-apa yang Allah turunkan (syariat Islam), kecuali Allah timpakan permusuhan di antara mereka. . . .
Sebab Datangnya Keberkahan
Sesungguhnya Allah akan menurunkan keberkahan bagi suatu penduduk negeri jika mereka menegakkan iman dan takwa. Di antaranya membenarkan isi agama Allah dan menerapkannya di tengah-tengah umat manusia. Tujuannya, supaya mereka benar dalam memberikan peribadahan kepada pencipta mereka yang sesungguhnya, yakni Allah Subhanahu wa Ta'ala.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
"Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS. Al-A'raf: 96)
Ayat di atas menjelaskan, kalau penduduk negeri beriman dengan keimanan yang sesungguhnya dalam hati mereka yang dibuktikan dengan amal perbuatan, niscaya Allah akan membuka keberkahan dari langit dan bumi. Yaitu dengan memerintahkan langit untuk menurunkan hujan yang deras dan menumbuhkan tanaman dari bumi untuk kebutuhan hidup mereka dan binatang-binatang.  
Keimanan ini bentuknya, meyakini dengan benar ajaran Islam yang disampaikan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, tunduk dan patuh padanya. Lalu mereka bertakwa kepada Allah Ta'ala dalam zahir dan batinnya, dengan menjalankan ketaatan dan menjauhi apa yang Allah haramkan.
Sebaliknya, jika penduduk negeri ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya, mendustakan agaman-Nya, tidak mau tunduk, patuh dan bertakwa kepada-Nya, niscaya Allah akan menghukum mereka dengan diangkatnya barakah, diturunkannya musibah, bencana, dan berbagai fitnah sebagai balasan atas sebagian dosa mereka.
Allah menceritakan negeri Saba' yang subur dan kaya akan kekuasaan alamnya, "Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri.  (Kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun".  Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir." (QS. Saba': 15-17)
Urgensi Kepemimpinan Islam
Sesungguhnya kepemimpinan sangatlah penting. Islam juga sangat besar memberi perhatian kepadanya. Bahkan dimasukkan sebagai bagian terbesar dari tujuan dan kewajiban yang ingin diwujudkan oleh agama. Di mana fungsinya, sebagai pengganti peran kenabian dalam menjaga dien ini dan mengatur dunia. Sehingga kaum muslimin wajib mengangkat seorang imam yang mengatur mereka dengan Kitabullah (Syariat Islam), seperti dalam firman-Nya:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya." (QS. Al-Nisa': 58) Konteks ayat ini, bahwa khitab dalam ayat tersebut bersifat umum yang mengharuskan untuk melaksanakan beragam amanat, di antaranya amanat hukum. Umat Islam berkewajiban melaksanakan amanat ini kepada ahlinya dan menyerahkanya kepada siapa yang akan menegakkannya dengan benar.
Sesungguhnya banyaknya kewajiban-kewajiban syariat yang tidak bisa direalisasikan tanpa adanya pemerintahan Islam, seperti menegakkan hudud dan mengimplementasikan hukum-hukum Islam, menjaga perbatasan, menyiapkan dan mengirim pasukan, menjaga keamanan, mengangkat hakim dan lainnya. Mana saja kewajiban tidak bisa sempurna kecuali dengan keberadaannya, maka iapun menjadi wajib. Terlebih, dari sisi urgensinya untuk mencegah bahaya besar yang terjadi di tengah-tengah kesemrawutan dan tidak tegaknya pemerintah Islam, maka perintah mewujudkan kepemimpinan Islam menjadi sangat wajib. Mewujudkannya menjadi tuntutan syariat yang sangat urgen. Karenanya, tidak ada alasan untuk meninggalkannya dan meremehkan kewajiban ini.
Imam Ali radliyallahu 'anhu berkata, "Manusia harus memiliki pemimpin, yang baik maupun jahat." Mereka berkata, "Wahai Amirul Mukminin, yang baik kami telah tahu, tapi bagaimana dengan yang jahat?" Beliau menjawab, "(Dengannya) hudud bisa ditegakkan, jalan-jalan menjadi aman, musuh bisa diperangi, dan fa'i bisa dibagi." (voa-islam)
READMORE -

Selasa, 20 September 2011

HAKEKAT IMAN

Sabun kesehatan Untuk Kulit Anda. Klik Di Sini!
Rukun iman pertama dalam islam adalah percaya kepada adanya Allah swt, malahan agama-agama lainnya yang dianut oleh manusia juga mengakui adanya Allah swt, tetapi disebut dengan nama yang berlainan. Dalam agama Hindu disebut Sang Hyang Widhi, dalam agama Budha dikenal dengan Sang Hyang Adi Budha, dalam agama Yahudi dikenal dengan Yahweh, dan lain-lain.
Sesuai dengan hal ini seorang ulama tauhid mengatakan: “Kewajiban manusia pertama sekali mengenal Allah swt dengan keyakinan yang teguh. Menurut pandangan Syech Thahir bin Saleh al-Jazairi dalam bukunya “Al-Jawahiru al-Kalamiyah mengatakan “bahwa iman kepada Allah swt dapat dibagi kepada dua yaitu iman dalam bentuk ijmali (global) dan dalam bentuk tafsili (terperinci).
Secara global dimaksudkan seseorang beriktiqad bahwa Allah itu bersifat dengan segala sifat kesempurnaan dan Maha Suci dari segala sifat kekurangan. Sedang secara terperinci dimaksudkan seseorang beriktiqad bahwa sesungguhnya Allah itu bersifat dengan sifat wajib yang jumlahnya 20 sifat. Sementara itu ada pula yang mengatakan bahwa iman kepada Allah mencakup tiga hal yaitu meyakini adanya Allah, meyakini ke-Esa-an Allah dalam wujud, meyakini Allah bersifat dengan kesempurnaan dan tidak menyeruoai alam baru ini.
Iman kepada Allah dalam pengertian pertama rumusannya kurang sempurna karena antara iman ijmali dan iman tafsili tidak ada keserasian. Dalam rumusan tafsili belum dapat perincian sifat-sifat kekurangan yang diyakini tidak ada pada Allah. Demikian pula sifat ayng wajib ada hanya 20 sifat. Pada hal sifat kesempurnaan Allah berjumlah 99 sifat yang disebut dalam Al-Quran dengan Asma-Ul-Husna. Allah berfirman dalam surat Al-Hasyar ayat 22-24yang artinya: “Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.  Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan  Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. dan surat Al-Akraf ayat 180, yang artinya: “Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaaulhusna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan”.
Demikian pula dalam hadits Rasulullah saw yang bersal dari Abu Hurairah ra yang terjemahnya: “Rasulullah saw bersabda: Allah mempunya sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu, siapa yang menghafalnya masuk syurga. Allah itu ganjil (tunggal dan menyukai yang ganjil). HR Bukhari dan Muslim.
Yang dimaksud dengan ganjil disini adalah Allah itu tunggal, tidak ada tandinganNya, sedangkan pengertian Allah menyukai yang ganjil adalah Allah menyukai manusia yang menyukai ke-Esa-anNya dalam segala hal.
Sehubungan dengan pengertian iman di atas, rumusan terakhir merupakan gabungan iman secara ijmali dan tafsili dengan penekanan iman kepada dua sifat Allah yaitu “Wujud dan Esa” serta bersifat dengan sifat kesempurnaan. Rumusan ini juga kurang begitu sempurna karena belum memenuhi pengertian menurut syara’ yaitu mengucap dengan lisan, membenarkan dengan hati dan beramal dengan anggota.
Dari dua pengertian di atas dapatlah dibuat suatu pengertian yang lebih lengkap yaitu iman kepada Allah adalah mengucapkan dengan lisan, membenarkan dengan yakin dalam hati dan mengamalkan dengan anggota badan, bahwa Allah ada, esa dan bersifat dengan sifat-sifat kesempurnaan.
Jadi jelaslah bahwa iman kepada Allah itu lebih merupakan pengakuan mulut dan pembenaran hati (secara teoritis) dan dimanivestasikan dalam kehidupan sehari-hari (secara praktis).
Semua yang tersebut di atas adalah merupakan jalan ma’rifah kepada Allah di samping ma’rifah kepada Allah melalui sifat-sifatNya, perbuatanNya dan Asma-AsmaNya.
Les Privat Datang Ke Rumah Anda. Klik Disini!

READMORE -

Senin, 12 September 2011

Ambon Kembali BERDETAK

Bentrok antara warga Muslim dan Kristen meletus lagi di kota Ambon. Menurut berita berawal terbunuhnya dua orang tukang ojek muslim di Gunung Nona. Kematian dua orang tukang ojek muslim itu, kemudian meledak menjadi konflik antara warga Muslim dan Kristen di kota Ambon Manise.
Peristiwa ini seperti mengulangi episode yang pernah terjadi di tahun 1999. Di mana peristiwa saat itu tepat pada hari Idul Fitri. Kaum Muslimin yang sedang bersuka-cita merayakan Idul Fitri, tiba-tiba diserang oleh orang-orang Kristen. Mereka menyerang kampung-kampung Muslim, dan menghancurkan masjid-masjid. Termasuk ada masjid-masjid yang ditulisi dengan kata-kata kotor,  menghina Nabi Shallahu alaihi wassalam, dan diding masjid digambari babi.
Peristiwa Idul Fitri di tahun 1999, berlangsung dalam jangka waktu yang lama, dan meluas di berbagai wilayah Maluku, termasuk di Maluku Utara. Orang-orang Kristen di Maluku Utara melakukan penghancuran terhadap kampung-kampung Muslim, dan membunuhi warganya. Mereka sangat agresif. Menggunakan senjata, menghancurkan orang-orang Muslim di wilayah itu. Salah satu daerah yang dihancurkan di Maluku Utara adalah kota Tobelo, yang banyak meninggalkan korban dari kalangan Muslim.
Orang-orang Kristen ingin melakukan "cleansing" terhadap komunitas Muslim di Ambon. Mereka mengklaim Ambon identik dengan Kristen. Karena itu, ketika kamunitas Muslim menjadi sebuah entitas (kekuatan) yang eksis, maka langkah yang mereka lakukan ingin menjadikan Muslim di Ambon dan Maluku menjadi "zero" (nol). Dengan kekuatan senjata yng mereka miliki.
Sejatinya orang-orang Kristen itu  menjadi "proxi" (tangan) penjajah, dan kemudian menjelma menjadi Gerakan RMS (Republik Maluku Selatan), dan tak pernah secara de facto dan de jure mengakui eksistensi Negara Republik Indonesia. Mereka tetap sebuah entitas politik, yang masih tetap berpegang memori yang sifatnya emosional, yaitu sebuah "enclave" (kantong) Kristen, yang lahir sejak datangnya penjajah Eropa di wilayah itu. Maka, entitas RMS itu, sifatnya permanen dan laten, dan mereka tetap  ingin menegakkan RMS dengan segala cara.
Tokoh RMS yang sangat terkenal Alex Manuputty, sekarang tinggal New York,  di Amerika, dan terus melakukan gerakan politik, dan ingin mendapatkan pengakuan atas eksistensi RMS di Maluku oleh PBB. Tentu, langkah-langkah ini, diperjuangkannya secara sistematis, terencana, dan segala bentuk konspirasi serta manipulasi untuk mencapai tujuan yang hendak tegakkan.
Di manapun entitas Kristen yang berada di negeri-negeri Muslim, selalu menggunakan skenario konflik agama, dan kemudian mengharapkan campur tangan internasional, dan tujuan terakhir mereka memisahkan diri. Mereka membuat manipulasi informasi, sebagai fihak yang dizalimi sebagai minoritas.
Seperti peristiwa yang terjadi di tahun 1999, ketika terjadi titik balik, akibat perlawanan yang dilakukan oleh komunitas Muslim terhadap komunitas Kristen yang melakukan serangan, maka mereka membuat opini dan laporan, sebagai fihak yang dizalimi oleh kelompoki miyoritas Muslim. Mereka membuat laporan kepada Komisi Hak Asasi Manusia di Parlemen Eropa dan PBB. Sehingga, terjadi pembalikkan opini terhadap peristiwa yang terjadi di Ambon. Kemudian orang-orang Muslim, yang mempertahakan hidup mereka menjadi tertuduh, dan sebagai kelompok teroris.
Peristiwa Ambon tahun 1999, di masa pemerintahan Presiden BJ. Habibie itu, nyaris akan mengundang intervensi fihak militer Amerika Serikat, yang kala itu sudah menempatkan pasukan angkatan lautnya di perairan Ambon.
Maka, situasi selanjutnya, fihak yang disalahkan adalah komunitas Muslim, dan bahkan fihak aparat keamanan di Ambon, melakukan langkah-langkah deteren (penghancuran) terhadap kekuatan-kekuatan Muslim, yang ingin menjaga keberadaan komunitas Muslim, di wilayah itu. Entitas Muslim menjadi tertuduh sebagai kelompok ekstrim. Bersamaan dengan itu, ada perintah penarikan pasukan "Laskar Jihad" yang dipimpin Ja'far Umar Thalib dari Ambon, dan kemudian dibubarkannya  laskar itu, yang semula terlibat dalam menjaga dan melindungi entitas Muslim Ambon.
Hal ini terjadi pula di Poso. Di mana entitas Muslim di Poso dihancurkan dan dan dibantai. Perempuan dan anak-anak, serta orang tua dibantai. Ratusan orang dibunuh dengan keji oleh milisi "Kelawar" yang dipimpin oleh Tibo, tapi kemudian yang menjadi tersangka dan tertuduh adalah kelompok Muslim, sebagai teroris. Bahkan, bagaimana di Poso digambarkan oleh pihak aparat keamanan dan intelijen, sebagai tempat latihan teroris, dan mengundang perhatian yang sangat luar biasa dari dunia internasioal terhadap Poso.
Meledaknya peristiwa di Ambon ini bersamaan dengan peringatan satu dekade (10 tahun) peristiwa 11 September, di mana di Amerika Serikat sedang berlangsung peringatan atas peristiwa runtuhnya Gedung WTC. Adakah ini memiliki korelasi dengan peristiwa yang sedang sekarang diperingati di Amerika Serikat, yang ingin tetap melestarikan peritiwa itu, dan menjadikan kaum Muslim sebagai biang kekerasan dan terorisme?
Padahal, mantan Perdana Menteri Malaysia Dr.Mahathir Mohammad, menyatakan dengan sangat tegas, bahwa peristiwa 11 September 2001, sebagai produk kebohongan yang dibuat oleh Presiden George Walker Bush, yang bertujuan untuk menjajah dan menguasai negara-negara Islam, seperti Irak dan Afghanistan dengan jalan militer.
Unsur-unsur lokal selalu ada yang bersedia menjadi alat penjajah yang ingin menjadikan Indonesia  bercerai-berai atau mengalami destintegrasi dengan jalan menciptakan konflik, dan kemudian fihak asing melakukan campur tangan, seperti yang terjadi di Timor-Timur atau Sudan Selatan, kemudian  melalui referendum,  mereka memisahkan diri  dengan negara induknya. Apalagi, Indonesia negara kepulauan, yang sangat rentan terjadinya desintegrasi. Wallahlu'alam.
READMORE -